Kamis, 06 Maret 2008

Bank Syariah - Sekilas Pandang Konsep Sejarah

1.1 APA ITU BANK SYARIAH?

1.1.1 Pengertian Bank Syariah


Bank syariah kerap disebut juga dengan nama bank Islam. Sesuai dengan namanya maka bank syariah secara mudahnya dapat diartikan sebagai bank yang berdasarkan prinsip syariah, dalam hal ini yang dimaksud adalah syariah Islam. Sebagaimana yang dikatakan oleh ahli ekonomi Islam Indonesia, Muhammad1 :

Bank syariah atau biasa disebut dengan bank tanpa bunga, adalah lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al Qur’an dan hadits Nabi SAW.”

Lebih jelas lagi Warkum Sumitro, SH, MH mengatakan :2

Menurut ensiklopedia Islam, bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah Islam”

“Berdasarkan rumusan tersebut, bank Islam berarti bank yang tata cara beroperasinya bedasarkan pada tata cara bermu’amalat secara Islam, yakni mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al Qur’an dan Al Hadits.

“Di dalam operaionalnya bank Islam harus mengikuti dan atau berpedoman kepada praktek-praktek usaha yang dilakukan di zaman rasulullah, bentuk-bentuk usaha yang telah ada sebelumnya tetapi tidak dilarang oleh rasulullah atau bentuk-bentuk usaha baru sebagai hasil ijtihad para ulama/cendekiawan muslim yang tidak menyimpang dari ketentuan Al Qur’an dan hadits.”

Sebagaimana bank konvesional/ bank tradisional pada umumnya, bank syariah juga merupakan lembaga keuangan yang memfasilitasi pembiayaan, jasa pengiriman uang, dan lain-lain. Penggunaan istilah syariah adalah untuk membedakan dengan bank konvensional, sesuai dengan aturan perundang-undangan yang dikeluarkan pemerintah (Bank Indonesia) yaitu UU 10 tahun 1998. Penggunaan istilah syariah mengandung konsekuensi bahwa ada beberapa perbedaan pokok antara bank syariah dan bank konvesional dalam prinsip, operasionalnya, dan produknya. Sebagaimana yang dikatakan Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, SH :3

“Bank berdasarkan prinsip syariah atau bank Islam, seperti halnya bank konvensional, juga berfungsi sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution), yaitu mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Bedanya hanyalah bahwa bank syariah melakukan kegiatannya tidak berdasarkan bunga (intersest fee), tetapi berdasarkan prinsip syariah, yaitu prinsip pembagian keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing principle) atau PLS principle.”

Jadi ada beberapa point yang dapat disimpulkan dari beberapa pendapat para ahli diatas tentang definisi bank syariah, antara lain :

1. Sebagaimana bank pada umumnya, bank syariah adalah lembaga keuangan yang juga memfasilisitasi masalah pembiayaan, jasa pengiriman uang, lalu lintas pembayaran, dan lain-lain. Dengan kata lain bank syariah juga merupakan lembaga intermediasi/perantara yaitu mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Atau lembaga perantara antara pihak surplus dana dan pihak minus dana.4

2. Perbedaan yang pokok dengan bank konvensional adalah bahwa bank syariah dalam prinsip, operasional, dan produknya berdasarkan syariah Islam, yang bersumber dari Al Qur’an dan hadits.

3. Profit and loss sharing (prinsip bagi hasil) adalah instrumen utama yang membedakan dengan bank konvensional yang mendasarkan pada bunga (interest based system).


1.1.2 Bank Syariah Dalam Tinjauan Hukum Islam


Islam adalah agama yang sempurna, sebagai way of life ajaran Islam mengandung prinsip-prinsip hidup yang komprehensif dan universal. Ajaran Islam berbeda dengan ajaran agama yang lain yang hanya mengurusi masalah ritual peribadatan, lebih dari itu Islam adalah suatu sistem kehidupan yang komplit, yang mengatur masalah politik, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, dan hukum.

Tentang kesempurnaan ajaran Islam dalam Al Qur’an telah jelas-jelas dinyatakan :

اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْمتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلاِسْلاََ مَ ِديْنًا

“Pada hari ini Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam jadi agama bagimu.” (QS Al Maa’idah : 3)

Sebagai agama yang sempurna, universal, dan komprehensif Allah swt telah pula melengkapi agama Islam dengan prinsip-prinsip, aturan-aturan yang harus ditaati oleh manusia dalam hubungannya antar sesama, yang dalam istilah khazanah keIslaman dikenal dengan bidang muamalah. Masalah ekonomi merupakan satu dari permasalahan yang diatur bidang muamalah, yang prinsipnya antara lain adalah larangan riba, sistem bagi hasil, pengambilan keuntungan, pengenaan zakat, dan lain-lain.4

Satu prinsip penting dalam sistem ekonomi Islam (Islamic economic system) adalah larangan riba. Riba dalam pandangan ajaran Islam merupakan perbuatan yang sangat tercela, dan dianggap sebagai salah satu dosa besar.


يَا اَيُّهَااَّلِذيْنَ امَنُوالتَّقُ اللهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الَِربَوا اِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ . فإَِنْ لَمْ تَفْعَلُوْ فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِنَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ اَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلَمُوْنَ.


“Hai orang-orang yang beriman,bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum) dipungut jika kamu orang-orang yang beriman. Maka, jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maنa ketahuilah bahwa allah dan rasul-Nya akan memerangi kamu. Dan, jika kamu bertobat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.” (QS Al Baqarah : 278-279)


Nabi Muhammad SAW dalam amanatnya yang terakhir tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriyah kembali menekankan sikap Islam yang melarang riba,


“Ingatlah bahwa kamu akan mengahadap Tuhanmu dan dia pasti akan mengitung amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba. Oleh karena itu, utang akibat riba harus dihapuskan. Modal (uang pokok) kamu adalah hak kamu. Kamu tidak akan menderita ataupun mengalami ketidakadilan.”


Juga sabdanya yang lain :

عَنْ اْبنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّ اللهِ عَلَيْهِ َوسَلَّمَ اَكِلَ الِّربَا وَمُؤْكِلَهُ َوشَاهِيْدَيْهِ وَكَاتِبَهُ

Dari Ibnu Mas’ud ra telah berkata,”Rasulullah telah melaknat pemakan riba, yang memberi riba dan dua saksinya dan penulisnya.”


Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara lingustik, riba juga berarti tumbuh dan membesar. Adapun menurut istiah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Atau dengan kata lain riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip mualamah dalam Islam.5

Para fuqaha (ahli hukum Islam) sendiri berbeda dalam memberikan definisi riba, akan tetapi semuanya bermuara pada satu maksud, yaitu penambahan pada modal pokok, sedikit atau banyak.6 Menurut istilah, riba pengertiannya adalah transaksi yang memberi syarat tambahan atas suatu kegiatan akad yang mengambil untung atas modal dasar tanpa melalui proses transaksi yang sah menurut syariah.7 Atau setiap penambahan yang diambil tanpa adanya suatu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah. Adapun yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegimitasi adanya penambahan tersebut secara adil, seperti transaksi jual beli, gadai, sewa, atau bagi hasil proyek.8

Dari definisi riba tersebut para ulama, ahli hukum Islam, dan para cendekiawan muslim telah mengambil kesimpulan bahwa bunga bank adalah termasuk riba, karena mengandung ciri-ciri seperti definisi riba sebagaimana disebutkan di atas. Karena aktifitas bank yang paling menonjol adalah penarikan dana dari masyarakat, entah dengan menabung atau mengutangkan dari perorangan atau perserikatan, dalam jangka waktu tertentu dan bunga tertentu pula. Inilah hakekat riba.9 Dan telah banyak fatwa yang keluar dari para ulama, atau lembaga Islam yang mengharamkan bunga bank karena termasuk riba, seperti Sidang Konferensi Islam (OKI), Mufti Negara Mesir, Konsul Kajian Islam Dunia (KKID), Akademi Fiqh Liga Muslim Dunia dan Pimpinan Pusat Dakwah, Penyuluhan, Kajian Islam, dan Fatwa, Fatwa Lajnah Daimah Kerajaan Saudi Arabia, serta baru-baru ini fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Sebagai solusi untuk menghindarkan diri sistem perbankan yang ribawi, maka perlu didirikan alternatif perbankan yang bebas dari bunga riba, tetapi mendasarkan prinsip muamalah yang dibenarkan syariah Islam, yaitu seperti dengan sistem bagi hasil. Dengan demikian kehadiran bank syariah di banyak negara Islam ditinjau dari hukum Islam merupakan kewajiban, sebagai upaya untuk menghindarkan praktek muamalah yang diharamkan.

يَااَيُّهَاالَّذِيْنَ امَنُوا لاَتَأْ كُلُوْااَمْوَاَلكُمْ بَيْنَكُمْ بِاْلبطِلِ ......

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil….(QS An Nisaa’ : 29)

يَا اَيُّهَااَّلِذيْنَ امَنُوالتَّقُ اللهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الِّربَوا اِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ . فإَِنْ لَمْ تَفْعَلُوْ فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِنَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ اَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلَمُوْنَ.


“Hai orang-orang yang beriman,bertaqwalah kepada allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum) dipungut jika kamu orang-orang yang beriman. Maka, jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maa ketahuilah bahwa allah dan rasul-Nya aan memerangi kamu. Dan, jika kamu bertobat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.” (QS Al Baqarah : 278-279)


Orang-orang yang memakan riba itu tidak akan berdiri melainkan sebagaimana berdirinya orang yang dirasuk setan dengan terhuyung-huyung karena sentuhannya.yang demikian itu karena mereka mengatakan:”Perdagangan itu sama saja dengan riba.” Padahal allah telah menghalalkan perdagangan dan mengharamkan riba. Oleh karena itu barangsiapa telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya lalu ia berhenti (dari memakan riba),maka baginyalah apa yang telah lalu dan mengulangi lagi (memakan riba) maka itu ahli beraka mereka akan kekal di dalamnya. (QS Al Baqarah : 275)



1.1 SEJARAH BANK SYARIAH

1.1.1 Latar Belakang Lahirnya Bank Syariah


Sesbenarnya hal yang paling mendasar dari lahirnya bank syariah adalah berkaitan dengan gairah, kerinduan umat Islam untuk kembali ke ajaran agamanya dalam segala aspek kehidupan. Ketika awal berkembangnya Islam semenjak jaman Nabi Muhammad, kemudian jaman Khulafaur Rasyidin, dan para khalifah-khalifah penerusnya ummat Islam selalu berpegang teguh dengan ajaran agamanya termasuk dalam masalah perekonomian, sehingga pada saat itu umat Islam berhasil mencapai puncak kejayaannya. Tapi ketika umat Islam mulai berkenalan dengan sistem dan budaya kafir lebih-lebih setelah memasuki era penjajahan kaum kolonialis barat disitulah umat Islam mulai meninggalkan agamanya, mencampakkan nilai Islami dalam sistem ekonominya, mempraktekkan riba, sehingga kehinaan, kenistaan mulai menimpa umat Islam.

Muhammad Syafii Antonio dalam mukadimah kitabnya mengatakan bahwa sudah cukup lama umat Islam Indonesia, demikian juga belahan dunia Islam (muslim world) lainnya, menginginan sistem perekonomian yang berbasis nilai-nilai dan prinsip syariah (Islamic economic system) untuk dapat diterapkan dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi umat Keinginan ini didasari oleh suatu kesadaran untuk menerapkan Islam secara utuh dan total seperti yang ditegaskan allah swt dalam surah Al Baqarah ayat 85,

“….apakah kalian beriman kepada sebagain alkitab (taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadakah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripada kalian,melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengan dari apa yang kalian perbuat.”

Ayat tersebut dengan tegas mengingatkan bahwa selama kita menerapkan Islam secara parsial, kita akan mengalami keterpurukan duniawi dan kerugian ukhrawi. 8

Seperti yang telah diketahui perbankan konvensional yang berdasar sistem bunga telah divonis telak sebagai sistem riba yang terlarang dalam Islam. Dikarenakan sistem ekonomi sekarang ini yang tidak bisa dipisahkan dengan dunia perbankan, maka mengaktualkan sistem perbankan yang yang bebas bunga adalah hal yang mutlak dan mendesak. Sistem ekonomi Islam yang mernghapuskan sistem bunga tersebut adalah dilakukan sebagai usaha untuk mencapai kesesuaian (konsistensi) dalam melaksanakan prinsip-prinsip ajaran Islam yang mengandung dasar-dasar keadilan, kejujuran, dan kebajikan.

Suatu kemajuan yang sangat menggembirakan menjelang abad XX ialah terjadinya kebangkitan umat Islam dalam segala aspek, termasuk dalam aspek ekonomi. Gagasan mengenai konsep ekonomi Islam sendiri secara internasional muncul pada sekitar dasawarsa 70-an, ketika pertama kali diselenggarakan konferensi internasional tentang ekonomi Islam di Makkah pada tahun 1976. Di antara pemikir-pemikir sistem ekonomi Islam tersebut ada kelompok pragmatis yang berhasil mendirikan lembaga-lembaga keuangan yang beroperasi berdasarkan prinsip Islam, termasuk diantaranya mendirikan bank-bank Islam.9

Pada tahun 1920, di Mesir didirikan bank Islam yang pertama kali dengan nama bank Mesir, kemudian disusul tindakan pemerintah Republik Arab untuk menasionalisasikan bank, lembaga perbankan Islam mengalami perkembangan yang amat pesat dengan lahirnya Islamic Devekopment Bank (IDB) pada tahun 1975 yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan sosial bagi negara-negara anggota dan masyarakat muslim pada umumnya.10

Secara kolektif, gagasan berdirinya bank Islam di tingkat internasional muncul dalam konferensi negara-negara Islam sedunia, di Kuala Lumpur Malaysia pada tanggal 21 sampai dengan 27 April 1969, yang diikuti oleh 19 negara peserta. Konferensi tersebut memutuskan beberapa hal yaitu :

  1. Tiap keuntungan haruslah tunduk kepada hukum untung dan rugi, jika tidak ia termsuk riba dan riba sedikit atau banyak hukumnya haram.
  2. Diusulkan supaya dibentuk suatu bank Islam yang bersih dari sistem riba dalam waktu secepat mungkin.
  3. Sementara menunggu berdirnya bank Islam, bank-bank yang menerapkan bunga diperbolehkan beroperasi. Namun jika benar-benar dalam keadaan darurat.11

Sementara itu Muhammad Syafii Antonio juga menceritakan bahwa berdirinya IDB telah memotivasi berdirinmya lembaga-lembaga keuangan syariah. Untuk itu, komite ahli IDB pun bekerja keras menyiapkan panduan tentang pendirian, peraturan, dan pengawasan bank syariah. Kerja keras mereka membuahkan hasil. Pada akhir periode 1970-an dan awal dekade 1980-an, bank-bank syariah bermunculan di Mesir, Sudan, Negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh, serta Turki. Secara garis besar, lembaga-lembaga tersebut dapat dimasukkan ke dalam dua kategori. Pertama, bank Islam komersial (Islamic Commercial Bank), seperti Faisal Islamic Bank (di Mesir dan Sudan), Kuwait Finance House, Dubai Isamic Bank, Jordan Isalmic Bank For Finance And Investment, Bahrain Isamic Bank, Dan Islamic International Bank For Investment And Development (Mesir). Kedua, lembaga investasi dalam bentuk international holding companies, seperti Daar Al Maal Al Islami (Jenewa), Islamic Investment Company Of The Gulf, dan Islamic Investment Company (Bahama).12

1.1.2 Sejarah Bank Syariah Di Indonesia


Sebagai sebagai negara muslim terbesar di dunia, Indonesia tidak pernah bisa lepas dari persoalan riba, bunga bank, dan bank syariah. Kebangkitan Islam, tumbuh dan berkembangnya bank-bank syariah di dunia akhirnya sampai juga di kancah perekonomian di bumi nusantara ini. Persoalan bunga bank sendiri, sebenarnya di Indonesia hal tersebut telah menjadi kontroversi dan menjadi ganjalan bagi ummat Islam dalam kurun waktu yang lama. Reaksi keras pertama kali yang meng-counter persoalan bunga bank adalah dari KH Mas Mansur seperti tertuang dalam tulisannya di majalah Tabliq Siaran pada tahun 1937, bahwa bank menjadi permasalahan yang serius bagi ummat Islam. Namun, karena saat itu belum ada deregulasi moneter dan perbankan, reaksi tersebut belum menemukan jawaban. 13

Pada awal 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan. Para tokoh yang terlibat dalam kajian tersebut adalah Karnaen A. Perwaatmaja, M.Dawam Rahardjo, A.M Saefuddin, M.Amien Azis, dan lain-lain. Beberpa uji coba pada skala yang relatidf terbatas relah diwujudkan. Di antaranya Baitul Tanwil –Salman, Bandung yang sempat tumbuh mengesankan. Di jakarta juga dibentuk lembaga serupa dalam bentuk koperasi, yakni Koperasi Ridho Gusti.14

Pada mulanya belum ada peraturan pemeritah yang menjadi dasar hukum beroperasinya bank syariah di indonesia, kecuali peraturan yang menyataan bahwa bank dapat membayar atau membebankan bunga sebesar 0%. Akhirnya pemerintah mulai menaruh perhatian dalam permasalah bank syariah. Keberadaan perbankan syariah di tanah air telah mendapat pijakan kokoh setelah adanya paket deregulasi, yaitu yang beraitan dengan lahirnya peraturan pemerintah No. 7 Tahun 1992. kemudian direvisi dengan UU No 10 Tahun 1998 yang dengan tegas mengakui keberadaan dan berfungsinya bank bagi hasil atau bank syariah.

Pada tanggal 18-20 Agustus 1990 Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua Bogor. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya Jakarta, 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan hasil Munas IV MUI tersebut dibentuklah kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam yang disebut Tim Perbankan MUI. Hasil kerja dari tim perbankan MUI tersebut adalah berdirinya Bank Muamalat Indonesia, sebagai bank syariah pertama di indonesia yang akte pendiriannya ditandatangani pada tanggal 1 November 1991. Akhirnya pada tanggal 1 Mei 1992 Bank Muamalat Indonesia resmi beroperasi dengan modal awal Rp 106.126.382.000,00. Hingga September 1999 Bank Muamalat Indonesia telah memiliki 45 outlet yang tersebar di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Balikpapan, dan Makasar.15 berdirinya Bank Muamalat kemudian diikuti berdirinya bank-bank perkreditan rakyat yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah (BPRS).

Pada era reformasi ini perkembangan bank syariah semakin marak terlebih sejak dikeluarkannya UU no. 10 tahun 1998 yang mengatur secara rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah. Uu tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank konvesioanal untuk membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah. Sejak itu banyak bank-bank konvensioanal yang membuka cabang syariah (Islamic Window) atau mengkonversi secata total menjadi bank syariah. Seperti Bank Syariah Mandiri, Bank Syariah Mandiri adalah bank milik pemerintah pertama yang melandaskan operasioanalnya pada prinsip syariah. Secara strukutural BSM beasal dari Bank Susila Bakti (BSB), sebagal salah satu anak perusahaan di lingkup Bank Mandiri (eks BDN), yang kemudian mengkonversi diri menjadi bank syariah secara penuh. Sementara itu bank bank-bank konvensional lain yang telah atau akan membuka cabang syariah adalah BRI Syariah, BNI Syariah, Bank Niaga, Bank Danamon, Bank Bukopin, dan lain-lain. Sekarang ini sedang diusahakan untuk membuka bank syariah-bank syariah di tiap-tiap kota penting di Indonesia. Yang sudah mulai merintis usaha tersebut adalah Bank Syariah Mandiri, Bank Muamalat Indonesia, BRI Syariah, dan BNI Syariah. Disamping bank-bank umum, sekarang ini telah banyak bermunculan lembaga-lembaga keuangan syariah lain di selauruh indonesia seperti BPRS syariah, BMT (baitul maal wa tanwil), asuransi syariah, dan pegadaian syariah. 16





1 Muhammad, Teknik Penghitungan Bagi Hasil Di Bank Syariah, (Yogyakarta : UII Press, 2001), hal 1.

2 Warkum Sumitro, SH MH, Asas-Asas Perbankan Islam Dan Lembaga-Lembaga Terkait (BMUI & Takaful) Di Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996), hal 5-6.

3 Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini,SH, Perbankan Islam Dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, ((Jakarta : Pustaka Utama Graffiti, 1999), hal 1.

4 Muhammad, Teknik Penghitungan Bagi Hasil Di Bank Syariah, (Yogyakarta : UII Press, 2001), Hal 7.

4 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani Press, 2001), Hal 5.

5 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani Press, 2001), hal 37.

6 Majalah As Sunnah, Edisi 02/VII/1424 H/2003 M, (Solo : Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta), Hal 13.

7 Ibid, Hal 18.

8 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani Press, 2001), Hal 38.

9 Majalah Al Furqon, Edisi 7 Th.II/Shafar 1424, (Gresik : Ma’had Al Furqon Al Islami), Kolom Ititah.

10 Ibid, Hal 2.

11 Ibid, Hal 8.

13 Muhammad, Hal 2

14 muhammad syafii antonio, hal 25.

15 muhammad syafii antonio, hal 25-26.

16 muhammad syafii antonio, hal 26-27, dengan beberapa tambahan.