Arti Kebenaran
Sesungguhnya eksistensi tentang pencarian hakekat kebenaran itu adalah sesuatu yang melekat dalam jiwa manusia selama perjalanan hidupnya. Manusia sebenarnya telah diilhamkan dalam hatinya untuk selalu mencari hakekat dari semua ini. Rasa ingin tahu, rasa penasaran selalu membimbingnya untuk mencapai kebenaran yang sejati, suatu hakekat yang membuatnya penasaran, ingin tahu, sampai dia merasakan kepuasan.
KEBENARAN…apa sih arti KEBENARAN?..apa yang dimaksud dengan KEBENARAN?…benar itu artinya tidak salah. Berarti sesuatu yang benar pasti tidak salah. Terus apa artinya salah?…salah artinya tidak benar atau sesuatu yang menyimpang, yang tidak semestinya. Menurut kamus bahasa . kebenaran itu sesuatu yang menumbuhkan keyakinan di dalam hati tentang sesuatu hal, menjadikan dada menjadi lapang. Kebenaran tidaklah akan menumbuhkan keraguan di dalam hati, sehingga hati menjadi gelisah. Kebenaran juga identik dengan fakta, kenyataan. kebenaran yang paling jelas dan nyata adalah sesuatu yang bisa dilihat dengan mata atau disaksikan dengan mata kepala sendiri. Seperti anda melihat gunung yang biru, awan putih yang berarak, melihat manusia lain, melihat binatang. Anda yakin bahwa gunung itu ada, awan itu ada, binatang itu ada. Itulah kebenaran yang paling jelas. Itulah kebenaran yang seyakin-yakinnya. Ketika anda suatu saat menyaksikan kejadian pembunuhan di depan mata anda sendiri, pastilah hati anda tidak bisa mengingkari bahwa pembunuhan itu benar-benar terjadi. Kecuali pikiran anda sudah tidak waras lagi dan menuntut anda untuk segera dibawa ke bangku psikiater. Ah nggak mungkin. Itu hanya illusi, kata anda.
Bagaimana anda bisa mengatakan demikian sementara anda benar-benar menyaksikan kronologis kejadian pembunuhan tersebut di depan mata anda sendiri sejak awal sampai akhir. Anda lihat darah berceceran di mana-mana. Anda tahu benar siapa pembunuhnya dan siapa yang terbunuh. Kalau anda mengatakan tidak ada pembunuhan berarti anda telah mengingkari kenyataan itu sendiri. orang barat yang berpaham rasionalis juga mengatakan bahwa kebenaran sejati adalah yang bisa dilihat dengan mata. Untuk itu mereka menyatakan bahwa sesuatu yang tidak bisa dilihat dengan mata berarti tidak benar atau tidak ada. Berdasar teori inilah maka sebagian dari mereka yaitu kaum atheis menyimpulkan bahwa “Tuhan” itu tidak ada. Alasannya simple aja, karena tidak bisa dilihat, belum pernah ada yang melihat.
Tetapi terkadang memang mata adakalanya juga menipu, tidak memberikan hakekat yang sebenarnya. Seperti orang dahulu yang meyakini dengan pandangan matanya bahwa bulan itu lebih besar daripada bintang. Tetapi seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan manusia dengan ilmu astronominya baru diketahui bahwa pernyataan itu salah, ternyata bintang jauh lebih besar daripada bulan, hanya jaraknya saja yang begitu jauh sehingga terlihat kecil. Tenyata mata saja terkadang tidak memberi tahu hakekat sebenarnya. Kesalahan orang terdahulu tersebut adalah sudah berani menyimpulkan bahwa bulan lebih besar daripada bintang hanya berdasarkan pandangan mata saja, padahal mereka sendiri belum pernah ke bulan atau bintang. Hal ini sama dengan seseorang yang melihat seekor gajah pada jarak sejauh 1 km dengan melihat seekor ayam pada jarak 100 meter. Kalau hanya berdasarkan pandangan mata saja, orang bisa menyimpulkan bahwa ayam lebih besar daripada gajah, tetapi ketika didekati dan diukur ternyata gajah jauh lebih besar daripada ayam. Seperti juga melihat gunung dari kejauhan yang berwarna biru. Kalau hanya melihatnya saja tanpa mendekati, orang menyimpulkan bahwa gunung itu berwarna biru, tetapi ketika didekati kesimpulan itu ternyata salah, gunung sebenarnya berwarna hijau dengan rumput-rumputan, semak, dan pepohonannya. Warna biru itu hanyalah illusi yang tidak menunjukkan hakekat sebenarnya. Kalau dikatakan gunung itu warna biru jelas itu bukan kebenaran, tetapi kalau dikatakan gunung itu warnanya biru dilihat dari jauh, itu baru kebenaran. Seperti perbandingan antara bulan dan bintang tadi, harusnya yang tepat dikatakan bahwa bulan itu lebih besar dari bintang kalau dilihat dari bumi. Itulah mata yang terkadang bisa menyesatkan, seperti fatamorgana di
Sebenarnya kalau ditelusuri lebih jauh dan direnungkan lebih mendalam bahwa kebenaran itu tidak mesti hanya yang sifatnya indrawi (bisa dilihat dengan mata atau disentuh).
Kesimpulannya arti KEBENARAN itu ada beberapa macam :
1. Identik dengan fakta atau kenyataan.
2. Sesuatu hal yang bisa dilihat, disaksikan dengan mata kepala anda sendiri.
3. Sesuatu yang anda tidak hanya melihatnya tetapi juga memegangnya.
4. Sesuatu yang anda tidak bisa melihatnya tetapi anda yakin berdasar bukti-bukti kuat, seperti adanya orang yang jujur bercerita kepada anda. Atau karena semua orang menceritakan kepada anda. Atau berdasar bukti-bukti lain yang tidak bisa dibantah lagi.
5. Sesuatu yang anda tidak bisa melihatnya tetapi anda yakin berdasar pengaruh yang ditimbulkan pada diri anda, seperti bau, rasa.
Kebenaran pertama dan kedua itu yang disebut dengan kebenaran yang kongkrit. Sementara kebenaran ketiga dan keempat adalah kebenaran yang abstrak, gaib.
Menurut Pror. Dr. mutawalli Sya’rawi [1] keyakinan itu ada tiga hal :
Ilmul yakin adalah keyakinan yang datang kepad anda dari orang yang anda percayai dan yakin bahwa ucapannya benar. Bila ada orangyang anda percayai benar berkata bahwa dia melihat suatu benda dengan sifat-sifatnya dan anda mempercayai ucapannya itu, maka itulah yang disebut dengan ilmul yakin. Bila benda itu dibawanya dan anda melihatnya dengan mata kepada anda sendiri, maka itulah yang disebut dengan ainul yakin. Dan bila anda pegang tersebut da anda yakini sifat-sifatnya, maka itulah yang disebut dengan hakkul yakin. Allah berfirman kepada orang-orang yang tidak beriman tentang neraka jahanam sebagai berikut :
كلا لو تعلمون علم اليقين لترون الجحيم تم لتزونها عين اليقين
Artinya :
“Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka jahanam, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ainul yakin.” (Al qur’an Surat At Takaatsur : 5-7)
Arti dari ayat tersebut adalah bahwa tiap-tiap orang akan melihat neraka jahanam dengan mata kepala sendiri di akhirat kelak. Kemudia allah swt berfirman :
“Dan adapunjika dia termasuk golongan orang yang akan didustkan lagi sesat, maka dia mendapat hidangan air yang mendidih, dan dibakar di dalam neraka. Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adalah suatu keyakinan yang benar.” (al qur’an
Sedangkan ayat yang terakhir ini mengatakan bahwa orang-orang kafir ketika masuk neraka akan disiksa di dalamnya. Hal ini merupakan “hak yang diyakini hakkul yakin” bagi orang –orang kafir tersebut, karena situasi dan kondisi benar-benar dialaminya sendiri dan bukan sekedar dilihatnya. (Pror. Dr. mutawalli Sya’rawi, Al Adillatul Maaddiyyah ‘Alaa Wujudillah, Penerbit Maktabut Turats Al Islami, Kairo Mesir, 1989 –--- Edisi Bahasa Indonesia “Bukti-Bukti Adanya Allah”, Penerbit Gema Insani Press, 1994)
Itulah arti kebenaran. Jadi sebenarnya kebenaran itu tidak mesti yang hanya bisa dilihat dengan mata dan dipegang. Sesuatu yang tidak anda lihat pun bisa anda yakini kebenarannya berdasar bukti-bukti kuat dan adanya pengaruh yang ditimbulkan. Polisi bisa tahu pelaku pembunuhan dengan yakin karena adanya bukti-bukti kuat dan alibi, walau mereka sendiri tidak menyaksikannya. Orang-orang barat sebenarnya teramat bodoh kalau mengatakan kebenaran itu yang hanya bisa dilihat dengan mata. Mereka katakan yang bisa dilihat itu dengan hal yang rasional, masuk akal. Sedangkan yang tidak bisa dilihat itu adalah irrasional, tidak masuk akal. Makanya mereka ada yang tidak meyakini adanya tuhan, apalagi akhirat, surga dan neraka. Mereka pun tidak percaya kepada adanya jin dan setan. Mereka katakan itu hanya illusi. Okeylah masalah tuhan, akhirat, surga, neraka, jin, setan adalah yang berkaitan dengan agama, bukan sekarang saatnya membahas. Tetapi yang perlu ditekankan adalah jangan membatasi kebenaran itu dengan yang hanya bisa dilihat dan dipegang saja. Karena kalau demikian itu sama saja mengingkari kenyataan itu sendiri. Kalau benar tentu akan runtuhlah segala penyelidikan ilmiah, berbagai ilmu pengetahuan. Kalau direnungkan lebih jauh adanya ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi ini pun sebenarnya banyak yang berdasar dari sesuatu yang tidak bisa dilihat tetapi diyakini kebenarannya. Dan kalau kebenaran itu hanya yang bisa dilihat tentu orang yang buta sejak lahir tidak akan pernah meyakini segala sesuatu. Mereka tentu tidak akan meyakini adanya manusia lain dan benda-benda lain. Dan itu gila namanya. Tidak ada orang buta yang berkeyakinan demikian. Akal dan perasaannya tidak mengatakan demikian. Mereka tetap yakin bahwa dia hidup tidak sendirian, ada manusia lain. Mereka yakin berdasar suaranya, cerita orang dan bukti-bukti lain, walau dia sendiri belum pernah melihat bagaimana dunia ini, bagaimana bentuk manusia, bentuk ayah ibunya, teman-temannya. Orang-orang barat yang mengaku rasional itu sendiri sebenarnya mereka yang tidak rasional. Mereka sebenarnya tidak konsisten. Kalau mereka konsisten tentu mereka tidak meyakini adanya kentut, angin, udara, listrik dan lain-lain. Dan mereka sendiri harusnya tidak percaya kepada ilmu sejarah. Tetapi mereka sendiri bisa berteori macam-macam tentang segala sesuatu, tentang berbagai ilmu pengetahuan, sejak teori sejarah suatu bangsa, teori terjadinya alam semesta, sampai teori bahwa manusia berasal dari kera. Mereka yakin semua itu, tetapi tanyakanlah kepada mereka apa mereka menyaksikan sendiri semua itu? Mereka sendiri juga tidak menyaksikan dirinya ketika dilahirkan ibunya. Tetapi kenapa mereka yakin kalau dirinya dulu dilahirkan oleh ibunya tanggal sekian-sekian. Cobalah bilang kepada mereka, ketika mata anda ditutup rapat-rapat kemudian anda ditampar, apakah anda masih bilang bahwa saya tidak percaya saya telah ditampar. Anda pasti bisa dikatakan sebagai orang yang gila dan segera saja pasti dibawa ke rumah sakit jiwa. Anda pasti teriak, gila kau, kenapa kau menampar aku? Nah
Nagasena, salah seorang murid buddha (sidharta gautama, pendiri agama budha) yang pertama pernah ditanya seseorang tentang nirwana,[2]
“Bagaimana rupanya nirwana itu?”
Nagasena menjawab dengan sebuah pertanyaan balik,”Apakah yang disebut angin itu ada, tuan?”
“ya, ada, tuan yang terhormat?”
“harap tuan tunjukkan bagaimanakah warna dan bentuk angin itu, tipis atau tebal, panjang atau pendek.”
“saya memang tahu bahwa ada angin, nagasena yang mulia. Namun saya tidak dapat menunjukkan angin itu.”
“begitu juga halnya dengan nirwana, tuan. Ia ada, tetapi tidak mungkin untuk menunjukkan nirwana itu.”
[1] Pror. Dr. mutawalli Sya’rawi, Al Adillatul Maaddiyyah ‘Alaa Wujudillah, Penerbit Maktabut Turats Al Islami, Kairo Mesir, 1989 –--- Edisi Bahasa Indonesia “Bukti-Bukti Adanya Allah”, Penerbit Gema Insani Press, 1994
[2] Agama-Agama Manusia, Huston Smith, Yayasan Obor Indonesia, Edisi Keenam April 2001, Jakarta hal 147-148, dikutip dari E.A. Burtt Ed., The Teaching Of The Comassionate Buddha (New York : Mentor Books, 1995), hlm. 49-50.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar