Selasa, 04 Maret 2008

ARTI SEBUAH KEBENARAN 02

Jalan Mencapai Kebenaran

Kebenaran itu adalah hakekat tentang sesuatu hal yang membuat manusia ingin tahu hal yang sebenarnya. Pertanyaannnya bagaimana cara kita mengetahui hakekat kebenaran itu. Andaikan kebenaran itu berada di sebuah bukit yang tinggi, pastilah ada jalan pendakian yang akan menghantarkan kita ke sana. Andaikan kebenaran itu berada dalam sebuah lemari besi yang tertutup rapat, pastilah ada alat untuk bisa membukanya. Untuk mengetahui hakekat kebenaran itu manusia memerlukan alat, jalan, dan sarana. Dan semestinya alat, jalan, dan sarana itu haruslah sesuatu yang sudah dimiliki manusia, atau ada di sekitar manusia, yang bisa dijangkau manusia, sesuai dengan kemampuan manusia itu sendiri.

Untuk itu marilah sekali-kali kita telusuri diri kita sendiri. Manusia yang bahagia adalah manusia yang mau mengenali dirinya sendiri. Dahulu kurang lebih 3000 tahun yang lalu di di atas gerbang kuil Apollo di Yunani ada tertulis suatu kalimat yang berbunyi “Kenalkan dirimu.” Kalimat pendek ini merupakan kesimpulan dari semua filsafah idiel. “Ingatlah dirimu”, sejalan dengan kalimat pendek ini, maka Umar bin Khaththab ra berkata :

من عرف نفسه فقد عرف ربه

Artinya : “Barangsiapa ingat akan dirinya, maka sesungguhnya dia akan ingat kepada Tuhannya.” 1)

(Kehidupan Insan di Alam Baqa Satu, Halimuddin, S.H., Penerbit PT. Rosda Karya, Bandung : 1991 : hal 19)

Kalau kita perhatikan diri kita terdiri dari dua unsur, jasmani (fisik), dan rohani (psikis/jiwa). Dan kalau kita perhatikan lagi tiap bagian itu ada alat-alatnya masing-masing. Kalau kita pikirkan, pastilah alat-alat yang ada pada diri kita itu mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Lihatlah pada sisi jasmani, ada tangan, kaki, mata, telinga dan sebagainya. Kaki untuk berjalan, mata untuk melihat, tangan untuk memegang, dan seterusnya. Sedangkan kalau kita perhatikan dalam sisi psikis/jiwa, sebenarnya juga ada beberapa unsur, ada naluri, ada nurani dan ada akal. Kalau kita perinci lagi ada nafsu, potensi, keinginan, kalbu, perasaan, logika, ilmu pengetahuan dan lain-lainnya. Pastilah semua sarana yang ada baik yang jasmani atau rohani itu bisa digunakan untuk mencari hakekat kebenaran. Semua alat dalam mencari kebenaran itu sebenarnya sudah ada pada setiap manusia, baik yang kongkret/indrawi (mata, tangan, hidung, telinga), dan juga yang sifatnya abstrak (akal, logika, pikiran, ilmu pengetahuan). Kesemuanya adalah alat untuk mencari hakekat kebenaran. Suatu hakekat kebenaran yang sejati pastilah yang bisa diterima oleh ke semua unsur yang ada pada diri manusia itu. Indera manusia membenarkan, akal menerima, dan perasaan hati pun tenang tidak gelisah. Kalau sesuatu hal hanya diterima di satu unsur, tetapi unsur lain masih menolaknya, pastilah itu bukan kebenaran sejati. Suatu saat hati telah tenteram, tetapi akal belum menerima, pastilah itu bukan kebenaran yang sejati, begitu juga sebaliknya. Kalaulah hati dirasa sudah tenteram, tetapi akal belum menerima, seharusnya hati itu yang perlu diselidiki lagi, atas sebab apa si hati itu sudah menerima, ketentraman hati itu harus ditanyakan lagi. Bisa jadi walau hati sudah tenteram, tetapi hal itu hanya illusi hati/ketentraman semu yang belum menunjukkan ketentraman puncak yang sebenarnya. Manakala antara hati dan akal telah bertemu di satu titik, pastilah akan terpenuhi ketentraman yang sebenar-benarnya. Kebenaran sejati pastilah tidak akan bertentangan dengan semua unsur manusia.


Naluri, Nurani, Akal, Kebenaran Sejati

Marilah sekarang kita berpetualang pada unsur yang ada pada jiwa manusia. Secara global, unsur jiwa manusia terbagai tiga. Yang pertama adalah naluri. Naluri adalah dorong-dorongan dalam diri kita yang sudah ada sejak kita lahir yang tidak bisa kita tolak. Naluri adalah kecenderungan-kecenderungan jiwa yang ada pada diri kita yang menggerakkan perbuatan kita dalam hidup sehari-hari. Setiap manusia pasti suka kesenangan, kenikmatan, apapun bentuknya. Manusia suka mobil bagus, HP, televisi, dan barang-barang bagus lainnya. Kalau kita tanya mengapa kalian suka kesenangan, suka barang-barang bagus, suka mobil, rumah mewah. Mereka tentu tidak bisa menjawabnya. Ah pokoknya suka. Manusia suka duit. Siapa yang nggak suka duit, apalagi di jaman seperti ini. Duit adalah segalanya katanya. Siapapun orangnya kalau dikasih duit pasti matanya berbinar-binar. Mengapa kamu suka duit? Dia mungkin nggak bisa menjawabnya, paling dia jawab, goblok kamu, dikasih duit nggak mau. Manusia suka makanan yang enak-enak dan lezat. Laki-laki suka wanita, wanita pun suka laki-laki. kalau ditanya kenapa kamu suka wanita? Tentu dia nggak bisa menjawabnya. Laki-laki paling suka perempuan cantik. Lebih-lebih laki-laki yang masih muda, kadang bapak-bapak dan kakek-kakek aja ada yang masih suka dengan wanita cantik. Wanita suka bunga. Wanita suka memasak. Wanita lebih senang di dalam rumah. Sebaliknya laki-laki paling tidak betah kalau di dalam rumah, pengennya keluyuran terus, apalagi yang masih muda-muda. Wanita paling suka anak kecil. Kalau ditanya, kenapa sih kamu suka sama anak kecil? Dia tentu nggak bisa menjawabnya, malah yang bertanya yang mungkin dianggap gila. Aneh, gitu aja ditanyain. Manusia suka keindahan, kebersihan. Manusia tidak pernah merasa puas, pengen sesuatu yang lebih baik dari yang sudah ada. Dikasih satu minta satunya lagi. Kenapa bisa begitu? manusia pengen sehat, nggak pengen sakit. Manusia tidak suka sakit, tidak suka miskin. Kenapa bisa begitu? belum tentu mereka bisa menjawab semua itu kalau ditanya. Itulah dorongan-dorongan dalam diri manusia yang ditanamkan dalam dirinya, yang dia tidak bisa menolak, mengingkari, melawannya. Itulah yang disebut dengan naluri.

Tetapi, kalau kita amati lagi diantara naluri itu ada yang baik dan ada yang buruk. Bagaimana cara membedakannya? Begini, dalam diri manusia disamping ada naluri tetapi juga ada kata hati yang selalu membisikkan kebaikan-kebaikan. Kamu harus begini, kamu jangan begitu. itu tidak baik. Itulah nurani yang merupakan unsur kedua dalam jiwa manusia. Nurani atau kata hati adalah bisikan-bisikan kebaikan dari dalam diri manusia yang akan memberikan ketentraman batin, kesesuaiannya dengan akal pikiran yang sehat. Nurani yang selalu menasehati, mengingatkan agar selalu berbuat yang benar. Nuranilah yang membisikkan bahwa mencuri, membunuh, memperkosa adalah sesuatu yang buruk dan jangan dilakukan. Koruptor kelas kakap pun pasti mengakui bahwa perbuatan korupsinya adalah perbuatan buruk, walau dia bersembunyi dibalik berbagai dalih dan alasan. Kolussi, sogok menyogok adalah perbuatan buruk. Semua orang pasti mengakui. Orang yang menyogok mungkin berdalih, ah ini kan hadiah mas. Mulutnya bicara begitu tetapi hatinya mengingkarinya. Itulah nurani. Semua orang pasti mengakui bahwa perbuatan jahat adalah tidak boleh dilakukan. Para penjahat, kriminal, perampok pun mengakui bahwa perbuatannya adalah tidak benar. Seseorang yang memperkosa adalah didorong oleh naluri birahinya. Tetapi sebenarnya dia sendiri mengakui bahwa dia salah, kata hatinya, nuraninya yang melarang perbuatan jahatnya. Akalnya tidak membenarkan. Akalnya pasti menunjukkan, kalau kamu suka wanita itu, lamar saja dia secara baik-baik, kemudian nikahi dia, jangan kamu perkosa. Makanya tidak heran kalau seorang pemerkosa sering berlindung dibalik alasan suka sama suka untuk membenarkan tindakannya. Dia juga mau kok pak, malah dia yang minta duluan. Nah kan? Itulah, semua perbuatan jahat sebenarnya juga didasarkan atas naluri, tetapi hal itu tidak bisa dibenarkan oleh nurani dan akal sehatnya. Itulah kebenaran. Nurani dan akal sehatlah yang menjadi tapal batas antara kejahatan dan kebenaran. Antara hubungan seks yang dilakukan dari hubungan gelap atau zina dengan yang dilakukan oleh sepasang suami istri, secara lahiriah adalah sama saja. Secara naluri mereka sama saja, yaitu melampiaskan syahwat. Tetapi nurani dan akal sehatlah yang membedakan. Mereka yang berhubungan gelap itu pasti tidak tenang, gelisah, takut ketahuan. Makanya tidak heran kalau orang yang mau berselingkuh sering sembunyi-sembunyi, masuk lewat jendela ketika suami/isterinya tidak ada. Itulah, kenapa dia masuk lewat jendela tidak secara baik-baik lewat pintu depan dan minta ijin? Kenapa? Nurani dan akal sehatnya yang tidak membenarkannya. Bandingkan dengan hubungan seks yang dilakukan suami dan isteri, mereka tenteram, tenang, adem ayem, enjoy saja karena nurani dan akal sehat mereka membenarkannya. Mau diintip ama orang sekampung juga kagak apa-apa. Semua manusia normal pasti sepakat tentang hal ini. Keberadaan naluri, nurani, dan akal sehat adalah pasti, tidak bisa kita ingkari. Semua manusia di kolong langit ini pasti mengakuinya. Termasuk di negara-negara komunis sekalipun. Buktinya di China misalnya, koruptor di sana juga dihukum, malah dihukum mati. Itu membuktikan bahwa orang atheis sekalipun mengakui keberadaan naluri, nurani dan akal sehat. Antara naluri, nurani, akal, kebenaran sejati pastilah ada korelasi. Kebenaran sejati itu pastilah yang tidak bertentangan dengan nurani, akal sehat dan bisa menentramkan jiwanya. Nurani dan akal sehatlah yang mengatakan bahwa yang dilakukan suami isteri tersebut adalah yang benar. Suara hari nurani dan akal sehatlah yang membuat mereka menjadi tenteram. Di sini kita sudah mulai bisa menyimpulkan dengan pasti arti KEBENARAN SEJATI, yaitu kesesuaiannnya dengan akal, hati nurani, naluri dan membuat hati bisa menjadi tenteram.

Diantara sekian naluri yang mendorong kebaikan itu adalah mencari hakekat kebenaran sejati tentang kehidupan ini. Mencari hakekat kebenaran adalah naluri setiap manusia. jiwanya akan tertuntun untuk selalu mencari tahu hakekat semua ini. Itu adalah hal yang tidak bisa dibantah lagi. Nalurinya akan selalu mendorong dirinya untuk mencari tahu hakekat kehidupan ini. untuk apa aku hidup? Kemana aku akan mati? Siapa yang menciptakan semua ini? mengapa diciptakan? Pertanyaan-pertanyaan itu pasti ada dalam setiap diri manusia yang pada saat tertentu mengusik jiwanya, yang tidak bisa diingkari keberadaannya. Pertanyaan-pertanyaan itulah yang mendorong manusia untuk selalu mencari jawabannya. Manusia akan selalu berusaha melakukan pencarian terus menerus sampai dirinya merasakan kepuasan dan ketentraman batin. Itulah titik temu antara nalurinya dan nurani serta akal sehatnya. Itulah kebenaran sejati. Kebenaran yang sesuai dengan suara hati nuraninya dan bisa diterima akalnya. Seorang manusia ketika sudah memeluk suatu keyakinan, agama, atau ideology, sesungguhnya pada saat tertentu akan dihinggapi pertanyaan dalam batinnya, apakah selama ini keyakinan yang dia pegang adalah benar? Pertanyaan itu suatu saat, suatu waktu, mesti terlintas dalam dirinya. Kalau keyakinannya yang selama ini sudah benar bagaimana keyakinan yang dipegang teguh orang lain? Apakah keyakinan mereka salah, padahal mereka sendiri juga meyakini akan kebenaran keyakinannya? Kalau semua orang merasa keyakinannya adalah benar, lalu manakah yang sebenarnya merupakan kebenaran sejati? Pada saat itu mulailah terjadi pergolakan batin dalam dirinya. Mulailah dirinya mengkaji keyakinannya sendiri selama ini. Dia mengkaji dengan akal dan hatinya. Ketika dia merasa keyakinannya selama ini tidak sesuai dengan akal dan hatinya, mulailah dia mencari keyakinan lain. Hal itu terus dilakukan sampai dia menemukan keyakinan yang sesuai dengan akal dan hatinya, yang bisa menentramkan batinnya, memuaskan jiwanya, keyakinan yang tidak mengakibatkan keraguan, keresahan sedikitpun dan yang bias menjawab segala pertanyaan yang mengusik jiwa. Itulah puncak kebenaran sejati. Itulah hakekat kebenaran sejati. Kebenaran sejati adalah keyakinan yang sesuai akal, hati dan jiwanya, yang menentramkan batinnya, memuaskan jiwanya. Kebenaran yang sesuai dengan nurani dan akal.

wallahu a'lam

1) Kehidupan Insan di Alam Baqa Satu, Halimuddin, S.H., Penerbit PT. Rosda Karya, Bandung : 1991 : hal 19

Tidak ada komentar: