Kamis, 06 Maret 2008

Bank Syariah - Menyingkap Akar Permasalahan

MENYINGKAP AKAR PEMASALAHAN

Peluru tak akan melesat kalau pelatuknya tidak ditarik. Air kolam yang jernih tidak akan tiba-tiba keruh kalau tidak ada yang mengobok-oboknya. Yang menjadi tugas kita hanyalah mencari siapa yang menarik pelatuk sehingga peluru bisa melesat meminta korban, dan mencari siapa yang mengobok-obok kolam yang bikin air jadi keruh. Suatu tujuan tidak tercapai karena ada beberapa faktor. Pertama dari sistemnya yang salah, atau kedua dari strateginya yang salah, atau yang ketiga dari para pemainnya yang tidak beres dalam melakukan tugasnya, atau yang keempat dari pihak luar, dan yang terakhir faktor kebetulan di luar kekuasan manusia yang kurang diperhitungkan sebelumnya yang secara tiba-tiba mengacaukan segalanya………

Secara konsepsional perbankan syariah sudah bagus bahkan sempurna karena ajarannya bersumber dari Dzat Yang Maha Sempurna. Sebagai seorang muslim yang bertauhid memang kita wajib menyakini tentang kesempurnaan ajaran Islam……..

اليوم اكملت لكم دينكم واتمنت عليكم نعمتي ورضيت لكم الاسلام دينا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhoi Islam itu sebagai agama bagimu” (Al Qur’an Surah Al Maa’idah : 3)

Permasalahannya hanyalah seberapa kemampuan kita dalam memahami kesempurnaan ajaran Islam tersebut, dan merumuskannya dalam sistem-sistem dan sub sistem. Disinilah peran kita untuk terus menggali dan mengembangkannya. Dan di tangan para ulamalah untuk terus melakukan ijtihad dalam menghadapi segala permasalahan yang baru dan semakin kompleks. Kepada mereka kita mengajukan pertanyaan dan solusi yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah, karena hanya merekalah yang berhak dan berwenang……..

Secara sistem bank syariah sudah bagus. Ada Dewan Syariah Nasional yang merupakan perwakilan dari para ulama (MUI) yang memegang otoritas tertinggi dalam penentuan fatwa yang menjadi sumber hukum perbankan syariah. Ada Bank Indonesia dengan direktorat syariahnya sebagai perwakilan dari pemerintah. Dalam struktur organisasi tiap bank syariah pun sudah bagus. Di tingkat puncak ada Dewan Direksi, Dewan Komisaris dan duduk sejajar di sampingnya ada Dewan Pengawas Syariah sebagai perwakilan dari Dewan Syariah Nasional. Di tingkat bawahnya berdiri para manager dan segenap kru/karyawan/staf. Semua sudah menempati posisinya dan secara sistem sudah bagus. Sekarang melangkah ke strateginya, bagaimana bank syariah merumuskan strateginya untuk mencapai tujuannya, yaitu mencapai profit yang setinggi-tingginya tetapi tetap halal dan bersih dari unsur MAGHRIB, sebagaimana predikatnya sebagai bank syariah. Untuk mengkaji masalah strategi ini memang memerlukan pembahasan yang panjang, dan insyaallah saya akan sekedar memberi masukan dengan sedikit ilmu saya, besar harapan saya agar dapat diterima. Kemudian setelah strategi kemudian melangkah ke person-nya, atau para pemain yang berperan dalam layar. Sudahkan tiap pemain memerankan perannya dengan baik dan benar? Ataukah justru ada pemain yang meninggalkan posnya dengan merebut posisi yang lain? Disinilah fungsi dari controlling. Kita harus mendeteksi segala kemungkinan dari tindakan indisipliner. Kemudian melangkah lagi ke faktor selanjutnya yaitu faktor luar. Faktor luar yang dimaksud adalah ekosistem tempat bank syariah menempati habitatnya. Sudahkah tercipta ekosistem yang kondusif, dan segala infrastruktur yang mendukung perbankan syariah. Kalaulah ekosistem belumlah sepenuhnya mendukung, bank syariah harus menyiasatinya dengan strategi-strategi yang membuat bisa bertahan dan terus berkembang………

Kalau diuraikan satu persatu ada beberapa hal yang sebenarnya menyebabkan mengapa bank syariah terjebak dalam transaksi yang tidak syariah, yaitu antara lain sebagai berikut :

  • ·Secara sistem sebenarnya sudah bagus, tetapi menurut saya ada point-point yang masih memerlukan polesan-polesan agar lebih sempurna. Sudah adanya Dewan Pengawas Syariah dalam tiap bank syariah merupakan hal yang bagus, tapi sayangnya hanya ada dalam jajaran puncak managemen di tingkat pusat, tidak adanya kepanjangan tangan dari Dewan Pengawas Syariah di tingkat level-level di bawahnya yang idealnya sampai ke tiap kantor cabang, yang menyebabkan kontrol syariah kurang berfungsi. Sehingga kita lihat bank syariah sering kecolongan dengan adanya transaksi yang tidak syariah.
  • · Setelah membicarakan sistem dari sudut struktur organisasi, sekarang kita beralih ke sistem dari sisi administrasi. Sistem administrasi pada perbankan syariah sebenarnya sudah cukup ideal, dengan adanya sistem akuntansi keuangan, sistem audit laporan keuangan dan lainnya. Tapi ada sisi yang masih memberikan celah sehingga menjadikan bangunan sistem administrasi tidak sempurna. Ketiadaan sistem laporan audit syariah yang dibuat oleh Dewan Pengawas Syariah yang melaporkan kinerja bank syariah dari sisi syariah, yang membuat bank syariah kecolongan dengan adanya transaksi yang tidak SYAR’I.
  • · Adanya pemain yang tidak menjalankan perannya secara sempurna. Yang terutama wallahu a’lam posisi Dewan Pengawas Syariah yang kurang menjalankan fungsinya dalam mengawasi kinerja bank syariah dari sisi syariah. Ada orang di suatu media massa yang mengeritik bahwa Dewan Pengawas Syariah kurang menjalankan fungsinya dengan kata lain perannya mandul dalam suatu bank syariah. Mereka kurang jeli dalam melakukan tugasnya sehingga bank syariah kecolongan dengan transaksi yang tidak syar’i.
  • · Disamping itu ada pemain lain yang kurang cakap juga dalam menjalankan fungsinya. Dalam hal ini wallahu a’lam pihak managemen kurang berhati-hati dalam menjalankan kemudi bank syariah sehingga sering berbenturan dengan transaksi non syarr’i. Wallahu a’lam dikarenakan kebanyakan pihak managemen adalah orang-orang yang berasal dari bank konvensional sehingga sedikit banyak pemikirannya masih terkontaminasi oleh pemikiran konvensional, atau dikarenakan skill dan knowledge mereka dalam perbankan syariah dan ilmu fikih masih memerlukan BELAJAR lebih banyak lagi. Wallahu alam bishowab.
  • · Dan pemain terakhir yang juga tidak memerankan perannya secara sempurna. Yaitu pihak marketing sebagai ujung tombak dalam berurusan dengan pembiayaan. Wallahu a’lam dikarenakan karena kebanyakan mereka berasal dari bank konvensional sehingga pemikirannya masih terpengaruh dengan pemikiran konvensional, atau dikarenakan skill dan knowledge mereka dalam ilmu perbankan syariah dan ilmu fikih masih minim. Kadang sebagai ujung tombak yang berhadapan langsung dengan masyarakat, pihak marketing kurang menjelaskan secara detail dari sisi syariahnya kepada masyarakat, atau bahkan menyepelekan? Sehingga seringlah terjadi transaksi yng non syar’i. Wallahu a’lam.
  • · Rendahnya kualitas SDM dan kurangnya nilai komitmen keislaman sebagian karyawan juga sangat berpengaruh terhadap adanya transaksi non syar’i. Saya amati memang masih banyak karyawan yang tidak mempunyai ghiroh keislaman. Banyak dari mereka yang bekerja di bank syariah hanya karena sesuap nasi tanpa ada niatan untuk berjihad menegakkan syariah, sehingga model-model orang seperti ini seringkali tidak memperdulikan bila ada transaksi non syar’i. Maka wajar saja kalau suatu bank syariah kecolongan dengan adanya transaksi non syar’i, lebih-lebih lagi apabila para karyawah yang langsung berhubungan dengan suatu pembiayaan tidak mempunyai ghiroh keislaman yang tinggi.
  • · Faktor lingkungan atau masyarakat yang kebanyakan berasal dari rational market/floating market turut juga menyebabkan terjadinya transaksi non syar’i. Terkadang pihak marketing sudah menjelaskan secara detail dari sisi syar’inya tetapi masyarakat tidak memperdulikan dan menyepelekan atau mereka sendiri masih familiar dengan sistem bunga sehingga kurang bisa beradaptasi dengan sistem syariah. Faktor lingkungan tempat bank syariah tumbuh dan berkembang juga sangat mempengaruhi adanya penyimpangan syariah. Masih banyak masyarakat yang menjadi penggemar perbankan bank konvensional dan bunga, sehingga kebutuhan akan adanya perbankan syariah belum begitu besar. Terkadang pihak bank syariah ingin menerapkan transaksi yang sesuai syariah, tetapi justru pihak masyarakat sendiri yang malah menyepelekan, sehingga banyak praktisi bank syariah yang ‘tergoda’ untuk bersikap pragmatis daripada idealis. Di satu sisi ada kalangan masyarakat yang hanya menjadi ‘penonton’, mereka mengkritik, mengecam tetapi mereka sendiri masih terjebak dalam perbankan konvesional tanpa mau berusaha untuk ikut menjadi pelaku bisnis syariah dengan menjadi nasabah bank syariah. Kalau saja mereka mau ikut menjadi pelaku bisnis syariah dan bersama-sama memperbaiki praktek bank syariah, insyaAllah segala penyimpangan syariah akan bisa hilang. Dan terakhir faktor lingkungan yang sebenarnya sangat menentukan adalah pemerintah. Pemerintah dengan Bank Indonesianya memang mendukung dan mengembangkan bank syariah, tetapi menurut saya dukungan BI itu masih setengah-setengah, sebagaimana kata bapak Ahmad Riaman Amin (Direktur Utama Bank Muamalat) bahwa BI itu membantu tetapi juga mengganggu. Coba saja seandainya pemerintah menerapkan sistem perbankan yang total Islami seperti yang dilakukan pemerintah Pakistan, Iran dan Arab Saudi, insyaAllah permasalahan penyimpangan syariah akan bisa segera teratasi.*

Tidak ada komentar: