Kamis, 06 Maret 2008

Bank Syariah - Sekilas Pandang Konsep Sejarah

1.1 APA ITU BANK SYARIAH?

1.1.1 Pengertian Bank Syariah


Bank syariah kerap disebut juga dengan nama bank Islam. Sesuai dengan namanya maka bank syariah secara mudahnya dapat diartikan sebagai bank yang berdasarkan prinsip syariah, dalam hal ini yang dimaksud adalah syariah Islam. Sebagaimana yang dikatakan oleh ahli ekonomi Islam Indonesia, Muhammad1 :

Bank syariah atau biasa disebut dengan bank tanpa bunga, adalah lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al Qur’an dan hadits Nabi SAW.”

Lebih jelas lagi Warkum Sumitro, SH, MH mengatakan :2

Menurut ensiklopedia Islam, bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah Islam”

“Berdasarkan rumusan tersebut, bank Islam berarti bank yang tata cara beroperasinya bedasarkan pada tata cara bermu’amalat secara Islam, yakni mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al Qur’an dan Al Hadits.

“Di dalam operaionalnya bank Islam harus mengikuti dan atau berpedoman kepada praktek-praktek usaha yang dilakukan di zaman rasulullah, bentuk-bentuk usaha yang telah ada sebelumnya tetapi tidak dilarang oleh rasulullah atau bentuk-bentuk usaha baru sebagai hasil ijtihad para ulama/cendekiawan muslim yang tidak menyimpang dari ketentuan Al Qur’an dan hadits.”

Sebagaimana bank konvesional/ bank tradisional pada umumnya, bank syariah juga merupakan lembaga keuangan yang memfasilitasi pembiayaan, jasa pengiriman uang, dan lain-lain. Penggunaan istilah syariah adalah untuk membedakan dengan bank konvensional, sesuai dengan aturan perundang-undangan yang dikeluarkan pemerintah (Bank Indonesia) yaitu UU 10 tahun 1998. Penggunaan istilah syariah mengandung konsekuensi bahwa ada beberapa perbedaan pokok antara bank syariah dan bank konvesional dalam prinsip, operasionalnya, dan produknya. Sebagaimana yang dikatakan Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, SH :3

“Bank berdasarkan prinsip syariah atau bank Islam, seperti halnya bank konvensional, juga berfungsi sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution), yaitu mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Bedanya hanyalah bahwa bank syariah melakukan kegiatannya tidak berdasarkan bunga (intersest fee), tetapi berdasarkan prinsip syariah, yaitu prinsip pembagian keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing principle) atau PLS principle.”

Jadi ada beberapa point yang dapat disimpulkan dari beberapa pendapat para ahli diatas tentang definisi bank syariah, antara lain :

1. Sebagaimana bank pada umumnya, bank syariah adalah lembaga keuangan yang juga memfasilisitasi masalah pembiayaan, jasa pengiriman uang, lalu lintas pembayaran, dan lain-lain. Dengan kata lain bank syariah juga merupakan lembaga intermediasi/perantara yaitu mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Atau lembaga perantara antara pihak surplus dana dan pihak minus dana.4

2. Perbedaan yang pokok dengan bank konvensional adalah bahwa bank syariah dalam prinsip, operasional, dan produknya berdasarkan syariah Islam, yang bersumber dari Al Qur’an dan hadits.

3. Profit and loss sharing (prinsip bagi hasil) adalah instrumen utama yang membedakan dengan bank konvensional yang mendasarkan pada bunga (interest based system).


1.1.2 Bank Syariah Dalam Tinjauan Hukum Islam


Islam adalah agama yang sempurna, sebagai way of life ajaran Islam mengandung prinsip-prinsip hidup yang komprehensif dan universal. Ajaran Islam berbeda dengan ajaran agama yang lain yang hanya mengurusi masalah ritual peribadatan, lebih dari itu Islam adalah suatu sistem kehidupan yang komplit, yang mengatur masalah politik, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, dan hukum.

Tentang kesempurnaan ajaran Islam dalam Al Qur’an telah jelas-jelas dinyatakan :

اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْمتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلاِسْلاََ مَ ِديْنًا

“Pada hari ini Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam jadi agama bagimu.” (QS Al Maa’idah : 3)

Sebagai agama yang sempurna, universal, dan komprehensif Allah swt telah pula melengkapi agama Islam dengan prinsip-prinsip, aturan-aturan yang harus ditaati oleh manusia dalam hubungannya antar sesama, yang dalam istilah khazanah keIslaman dikenal dengan bidang muamalah. Masalah ekonomi merupakan satu dari permasalahan yang diatur bidang muamalah, yang prinsipnya antara lain adalah larangan riba, sistem bagi hasil, pengambilan keuntungan, pengenaan zakat, dan lain-lain.4

Satu prinsip penting dalam sistem ekonomi Islam (Islamic economic system) adalah larangan riba. Riba dalam pandangan ajaran Islam merupakan perbuatan yang sangat tercela, dan dianggap sebagai salah satu dosa besar.


يَا اَيُّهَااَّلِذيْنَ امَنُوالتَّقُ اللهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الَِربَوا اِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ . فإَِنْ لَمْ تَفْعَلُوْ فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِنَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ اَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلَمُوْنَ.


“Hai orang-orang yang beriman,bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum) dipungut jika kamu orang-orang yang beriman. Maka, jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maنa ketahuilah bahwa allah dan rasul-Nya akan memerangi kamu. Dan, jika kamu bertobat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.” (QS Al Baqarah : 278-279)


Nabi Muhammad SAW dalam amanatnya yang terakhir tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriyah kembali menekankan sikap Islam yang melarang riba,


“Ingatlah bahwa kamu akan mengahadap Tuhanmu dan dia pasti akan mengitung amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba. Oleh karena itu, utang akibat riba harus dihapuskan. Modal (uang pokok) kamu adalah hak kamu. Kamu tidak akan menderita ataupun mengalami ketidakadilan.”


Juga sabdanya yang lain :

عَنْ اْبنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّ اللهِ عَلَيْهِ َوسَلَّمَ اَكِلَ الِّربَا وَمُؤْكِلَهُ َوشَاهِيْدَيْهِ وَكَاتِبَهُ

Dari Ibnu Mas’ud ra telah berkata,”Rasulullah telah melaknat pemakan riba, yang memberi riba dan dua saksinya dan penulisnya.”


Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara lingustik, riba juga berarti tumbuh dan membesar. Adapun menurut istiah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Atau dengan kata lain riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip mualamah dalam Islam.5

Para fuqaha (ahli hukum Islam) sendiri berbeda dalam memberikan definisi riba, akan tetapi semuanya bermuara pada satu maksud, yaitu penambahan pada modal pokok, sedikit atau banyak.6 Menurut istilah, riba pengertiannya adalah transaksi yang memberi syarat tambahan atas suatu kegiatan akad yang mengambil untung atas modal dasar tanpa melalui proses transaksi yang sah menurut syariah.7 Atau setiap penambahan yang diambil tanpa adanya suatu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah. Adapun yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegimitasi adanya penambahan tersebut secara adil, seperti transaksi jual beli, gadai, sewa, atau bagi hasil proyek.8

Dari definisi riba tersebut para ulama, ahli hukum Islam, dan para cendekiawan muslim telah mengambil kesimpulan bahwa bunga bank adalah termasuk riba, karena mengandung ciri-ciri seperti definisi riba sebagaimana disebutkan di atas. Karena aktifitas bank yang paling menonjol adalah penarikan dana dari masyarakat, entah dengan menabung atau mengutangkan dari perorangan atau perserikatan, dalam jangka waktu tertentu dan bunga tertentu pula. Inilah hakekat riba.9 Dan telah banyak fatwa yang keluar dari para ulama, atau lembaga Islam yang mengharamkan bunga bank karena termasuk riba, seperti Sidang Konferensi Islam (OKI), Mufti Negara Mesir, Konsul Kajian Islam Dunia (KKID), Akademi Fiqh Liga Muslim Dunia dan Pimpinan Pusat Dakwah, Penyuluhan, Kajian Islam, dan Fatwa, Fatwa Lajnah Daimah Kerajaan Saudi Arabia, serta baru-baru ini fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Sebagai solusi untuk menghindarkan diri sistem perbankan yang ribawi, maka perlu didirikan alternatif perbankan yang bebas dari bunga riba, tetapi mendasarkan prinsip muamalah yang dibenarkan syariah Islam, yaitu seperti dengan sistem bagi hasil. Dengan demikian kehadiran bank syariah di banyak negara Islam ditinjau dari hukum Islam merupakan kewajiban, sebagai upaya untuk menghindarkan praktek muamalah yang diharamkan.

يَااَيُّهَاالَّذِيْنَ امَنُوا لاَتَأْ كُلُوْااَمْوَاَلكُمْ بَيْنَكُمْ بِاْلبطِلِ ......

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil….(QS An Nisaa’ : 29)

يَا اَيُّهَااَّلِذيْنَ امَنُوالتَّقُ اللهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الِّربَوا اِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ . فإَِنْ لَمْ تَفْعَلُوْ فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِنَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ اَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلَمُوْنَ.


“Hai orang-orang yang beriman,bertaqwalah kepada allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum) dipungut jika kamu orang-orang yang beriman. Maka, jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maa ketahuilah bahwa allah dan rasul-Nya aan memerangi kamu. Dan, jika kamu bertobat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.” (QS Al Baqarah : 278-279)


Orang-orang yang memakan riba itu tidak akan berdiri melainkan sebagaimana berdirinya orang yang dirasuk setan dengan terhuyung-huyung karena sentuhannya.yang demikian itu karena mereka mengatakan:”Perdagangan itu sama saja dengan riba.” Padahal allah telah menghalalkan perdagangan dan mengharamkan riba. Oleh karena itu barangsiapa telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya lalu ia berhenti (dari memakan riba),maka baginyalah apa yang telah lalu dan mengulangi lagi (memakan riba) maka itu ahli beraka mereka akan kekal di dalamnya. (QS Al Baqarah : 275)



1.1 SEJARAH BANK SYARIAH

1.1.1 Latar Belakang Lahirnya Bank Syariah


Sesbenarnya hal yang paling mendasar dari lahirnya bank syariah adalah berkaitan dengan gairah, kerinduan umat Islam untuk kembali ke ajaran agamanya dalam segala aspek kehidupan. Ketika awal berkembangnya Islam semenjak jaman Nabi Muhammad, kemudian jaman Khulafaur Rasyidin, dan para khalifah-khalifah penerusnya ummat Islam selalu berpegang teguh dengan ajaran agamanya termasuk dalam masalah perekonomian, sehingga pada saat itu umat Islam berhasil mencapai puncak kejayaannya. Tapi ketika umat Islam mulai berkenalan dengan sistem dan budaya kafir lebih-lebih setelah memasuki era penjajahan kaum kolonialis barat disitulah umat Islam mulai meninggalkan agamanya, mencampakkan nilai Islami dalam sistem ekonominya, mempraktekkan riba, sehingga kehinaan, kenistaan mulai menimpa umat Islam.

Muhammad Syafii Antonio dalam mukadimah kitabnya mengatakan bahwa sudah cukup lama umat Islam Indonesia, demikian juga belahan dunia Islam (muslim world) lainnya, menginginan sistem perekonomian yang berbasis nilai-nilai dan prinsip syariah (Islamic economic system) untuk dapat diterapkan dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi umat Keinginan ini didasari oleh suatu kesadaran untuk menerapkan Islam secara utuh dan total seperti yang ditegaskan allah swt dalam surah Al Baqarah ayat 85,

“….apakah kalian beriman kepada sebagain alkitab (taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadakah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripada kalian,melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengan dari apa yang kalian perbuat.”

Ayat tersebut dengan tegas mengingatkan bahwa selama kita menerapkan Islam secara parsial, kita akan mengalami keterpurukan duniawi dan kerugian ukhrawi. 8

Seperti yang telah diketahui perbankan konvensional yang berdasar sistem bunga telah divonis telak sebagai sistem riba yang terlarang dalam Islam. Dikarenakan sistem ekonomi sekarang ini yang tidak bisa dipisahkan dengan dunia perbankan, maka mengaktualkan sistem perbankan yang yang bebas bunga adalah hal yang mutlak dan mendesak. Sistem ekonomi Islam yang mernghapuskan sistem bunga tersebut adalah dilakukan sebagai usaha untuk mencapai kesesuaian (konsistensi) dalam melaksanakan prinsip-prinsip ajaran Islam yang mengandung dasar-dasar keadilan, kejujuran, dan kebajikan.

Suatu kemajuan yang sangat menggembirakan menjelang abad XX ialah terjadinya kebangkitan umat Islam dalam segala aspek, termasuk dalam aspek ekonomi. Gagasan mengenai konsep ekonomi Islam sendiri secara internasional muncul pada sekitar dasawarsa 70-an, ketika pertama kali diselenggarakan konferensi internasional tentang ekonomi Islam di Makkah pada tahun 1976. Di antara pemikir-pemikir sistem ekonomi Islam tersebut ada kelompok pragmatis yang berhasil mendirikan lembaga-lembaga keuangan yang beroperasi berdasarkan prinsip Islam, termasuk diantaranya mendirikan bank-bank Islam.9

Pada tahun 1920, di Mesir didirikan bank Islam yang pertama kali dengan nama bank Mesir, kemudian disusul tindakan pemerintah Republik Arab untuk menasionalisasikan bank, lembaga perbankan Islam mengalami perkembangan yang amat pesat dengan lahirnya Islamic Devekopment Bank (IDB) pada tahun 1975 yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan sosial bagi negara-negara anggota dan masyarakat muslim pada umumnya.10

Secara kolektif, gagasan berdirinya bank Islam di tingkat internasional muncul dalam konferensi negara-negara Islam sedunia, di Kuala Lumpur Malaysia pada tanggal 21 sampai dengan 27 April 1969, yang diikuti oleh 19 negara peserta. Konferensi tersebut memutuskan beberapa hal yaitu :

  1. Tiap keuntungan haruslah tunduk kepada hukum untung dan rugi, jika tidak ia termsuk riba dan riba sedikit atau banyak hukumnya haram.
  2. Diusulkan supaya dibentuk suatu bank Islam yang bersih dari sistem riba dalam waktu secepat mungkin.
  3. Sementara menunggu berdirnya bank Islam, bank-bank yang menerapkan bunga diperbolehkan beroperasi. Namun jika benar-benar dalam keadaan darurat.11

Sementara itu Muhammad Syafii Antonio juga menceritakan bahwa berdirinya IDB telah memotivasi berdirinmya lembaga-lembaga keuangan syariah. Untuk itu, komite ahli IDB pun bekerja keras menyiapkan panduan tentang pendirian, peraturan, dan pengawasan bank syariah. Kerja keras mereka membuahkan hasil. Pada akhir periode 1970-an dan awal dekade 1980-an, bank-bank syariah bermunculan di Mesir, Sudan, Negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh, serta Turki. Secara garis besar, lembaga-lembaga tersebut dapat dimasukkan ke dalam dua kategori. Pertama, bank Islam komersial (Islamic Commercial Bank), seperti Faisal Islamic Bank (di Mesir dan Sudan), Kuwait Finance House, Dubai Isamic Bank, Jordan Isalmic Bank For Finance And Investment, Bahrain Isamic Bank, Dan Islamic International Bank For Investment And Development (Mesir). Kedua, lembaga investasi dalam bentuk international holding companies, seperti Daar Al Maal Al Islami (Jenewa), Islamic Investment Company Of The Gulf, dan Islamic Investment Company (Bahama).12

1.1.2 Sejarah Bank Syariah Di Indonesia


Sebagai sebagai negara muslim terbesar di dunia, Indonesia tidak pernah bisa lepas dari persoalan riba, bunga bank, dan bank syariah. Kebangkitan Islam, tumbuh dan berkembangnya bank-bank syariah di dunia akhirnya sampai juga di kancah perekonomian di bumi nusantara ini. Persoalan bunga bank sendiri, sebenarnya di Indonesia hal tersebut telah menjadi kontroversi dan menjadi ganjalan bagi ummat Islam dalam kurun waktu yang lama. Reaksi keras pertama kali yang meng-counter persoalan bunga bank adalah dari KH Mas Mansur seperti tertuang dalam tulisannya di majalah Tabliq Siaran pada tahun 1937, bahwa bank menjadi permasalahan yang serius bagi ummat Islam. Namun, karena saat itu belum ada deregulasi moneter dan perbankan, reaksi tersebut belum menemukan jawaban. 13

Pada awal 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan. Para tokoh yang terlibat dalam kajian tersebut adalah Karnaen A. Perwaatmaja, M.Dawam Rahardjo, A.M Saefuddin, M.Amien Azis, dan lain-lain. Beberpa uji coba pada skala yang relatidf terbatas relah diwujudkan. Di antaranya Baitul Tanwil –Salman, Bandung yang sempat tumbuh mengesankan. Di jakarta juga dibentuk lembaga serupa dalam bentuk koperasi, yakni Koperasi Ridho Gusti.14

Pada mulanya belum ada peraturan pemeritah yang menjadi dasar hukum beroperasinya bank syariah di indonesia, kecuali peraturan yang menyataan bahwa bank dapat membayar atau membebankan bunga sebesar 0%. Akhirnya pemerintah mulai menaruh perhatian dalam permasalah bank syariah. Keberadaan perbankan syariah di tanah air telah mendapat pijakan kokoh setelah adanya paket deregulasi, yaitu yang beraitan dengan lahirnya peraturan pemerintah No. 7 Tahun 1992. kemudian direvisi dengan UU No 10 Tahun 1998 yang dengan tegas mengakui keberadaan dan berfungsinya bank bagi hasil atau bank syariah.

Pada tanggal 18-20 Agustus 1990 Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua Bogor. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya Jakarta, 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan hasil Munas IV MUI tersebut dibentuklah kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam yang disebut Tim Perbankan MUI. Hasil kerja dari tim perbankan MUI tersebut adalah berdirinya Bank Muamalat Indonesia, sebagai bank syariah pertama di indonesia yang akte pendiriannya ditandatangani pada tanggal 1 November 1991. Akhirnya pada tanggal 1 Mei 1992 Bank Muamalat Indonesia resmi beroperasi dengan modal awal Rp 106.126.382.000,00. Hingga September 1999 Bank Muamalat Indonesia telah memiliki 45 outlet yang tersebar di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Balikpapan, dan Makasar.15 berdirinya Bank Muamalat kemudian diikuti berdirinya bank-bank perkreditan rakyat yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah (BPRS).

Pada era reformasi ini perkembangan bank syariah semakin marak terlebih sejak dikeluarkannya UU no. 10 tahun 1998 yang mengatur secara rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah. Uu tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank konvesioanal untuk membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah. Sejak itu banyak bank-bank konvensioanal yang membuka cabang syariah (Islamic Window) atau mengkonversi secata total menjadi bank syariah. Seperti Bank Syariah Mandiri, Bank Syariah Mandiri adalah bank milik pemerintah pertama yang melandaskan operasioanalnya pada prinsip syariah. Secara strukutural BSM beasal dari Bank Susila Bakti (BSB), sebagal salah satu anak perusahaan di lingkup Bank Mandiri (eks BDN), yang kemudian mengkonversi diri menjadi bank syariah secara penuh. Sementara itu bank bank-bank konvensional lain yang telah atau akan membuka cabang syariah adalah BRI Syariah, BNI Syariah, Bank Niaga, Bank Danamon, Bank Bukopin, dan lain-lain. Sekarang ini sedang diusahakan untuk membuka bank syariah-bank syariah di tiap-tiap kota penting di Indonesia. Yang sudah mulai merintis usaha tersebut adalah Bank Syariah Mandiri, Bank Muamalat Indonesia, BRI Syariah, dan BNI Syariah. Disamping bank-bank umum, sekarang ini telah banyak bermunculan lembaga-lembaga keuangan syariah lain di selauruh indonesia seperti BPRS syariah, BMT (baitul maal wa tanwil), asuransi syariah, dan pegadaian syariah. 16





1 Muhammad, Teknik Penghitungan Bagi Hasil Di Bank Syariah, (Yogyakarta : UII Press, 2001), hal 1.

2 Warkum Sumitro, SH MH, Asas-Asas Perbankan Islam Dan Lembaga-Lembaga Terkait (BMUI & Takaful) Di Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996), hal 5-6.

3 Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini,SH, Perbankan Islam Dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, ((Jakarta : Pustaka Utama Graffiti, 1999), hal 1.

4 Muhammad, Teknik Penghitungan Bagi Hasil Di Bank Syariah, (Yogyakarta : UII Press, 2001), Hal 7.

4 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani Press, 2001), Hal 5.

5 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani Press, 2001), hal 37.

6 Majalah As Sunnah, Edisi 02/VII/1424 H/2003 M, (Solo : Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta), Hal 13.

7 Ibid, Hal 18.

8 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani Press, 2001), Hal 38.

9 Majalah Al Furqon, Edisi 7 Th.II/Shafar 1424, (Gresik : Ma’had Al Furqon Al Islami), Kolom Ititah.

10 Ibid, Hal 2.

11 Ibid, Hal 8.

13 Muhammad, Hal 2

14 muhammad syafii antonio, hal 25.

15 muhammad syafii antonio, hal 25-26.

16 muhammad syafii antonio, hal 26-27, dengan beberapa tambahan.


Bank Syariah - Jalan Keluar Menuju Kemurnian Transaksi Syariah


Jalan Keluar Menuju Kemurnian Transaksi Bank Syariah


Kemurnian transaksi bank syariah harus diupayakan dengan sekuat tenaga. Tidak ada masalah yang tidak ada jalan keluarnya. Tinggal niat dan upaya serta kesungguhan kita untuk mencapainya. Ketidaksempurnaan sistem masih bisa disempurnakan, kesalahan statetegi masih bisa dikoreksi, kesalahan para pemain masih bisa diluruskan. Sekali lagi tinggal niat, upaya, dan kesungguhan kita……..

Ada beberapa point-point langkah yang patut dilakukan oleh bank syariah untuk menuju kemurnian transaksi syariah :

· Menyempurnakan bangunan struktrur organisasi bank syariah.

Bagaimana mengupayakan agar Dewan Pengawas Syariah bisa mengoptimalkan fungsinya. Dalam hal ini menurut saya perlu dibentuk kepanjangan tangan Dewan Pengawas Syariah yang idealnya sampai ke kantor-kantor cabang, agar fungsi kontrol syariah bisa berjalan dengan maksimal sehingga tidak ada peluang munculnya transaksi-transaksi non syar’i. Kepanjangan tangan dari Dewan Pengawas Syariah tersebut idealnya duduk sejajar dengan top management di tiap kantor cabang, atau setidak-tidaknya merupakan suatu divisi khusus yang otonom di bawah top management. Ada dua alternatif realisasi yang dapat dilakukan :

1. Mensejajarkan kepanjangan tangan Dewan Pengawas Syariah dengan top management di tiap kantor cabang, katakanlah dengan nama manager syariah. Manager syariah tersebut mempunyai otoritas dan kewenangan sendiri yang setingkat dengan manager lainnya, seperti manager operasional dan team leader marketing. Fungsi dan wewenang dari manager syariah tersebut dapar digambarkan sebagai berikut :

  • - Sebagai kepanjangan tangan dari Dewan Pengawas Syariah pusat yang merupakan penghubung antara kantor cabang dengan kantor pusat dalam masalah yang berkaitan dengan syariah.
  • - Ikut serta dalam memberikan masukan dan pertimbangan mengenai strategi dan program kerja bank syariah kepada top management dari sudut pandang syariah. Dimaksudkan agar strategi dan progam kerja yang disusun tidak menyeleweng dari syariah.
  • - Sebagai tempat konsultasi dan pertanyaan tentang kegiatan operasional sehari-hari dari sisi syariah. Seperti misalnya sebagai tempat bertanya dari para marketing dalam menentukan akad yang sesuai ketika ada usulan pembiayaan.
  • - Ikut serta dalam anggota komite pembiayaan yang bertugas memeriksa, menganalisa dan menentukan suatu usulan pembiayaan yang diajukan dari sisi syariah. Selama ini yang terjadi pada waktu komite pembiayaan, analisa yang dilakukan hanya sebatas dari sisi ekonomi dan bisnis, seperti analisa laporan keuangan, prospek kelayakan bisnis, potensi kredit macet dan lain-lain, tetapi tidak menyertakan analisa dari sisi syariah, apakah usulan pembiayaan yang diajukan sudah benar-benar sesuai syariah. Dikarenakan mungkin pihak top management yang duduk dalam komite pembiayaan tidak mempuyai skill dan knowledge yang luas dan mendalam dalam ilmu perbankan syairiah dan khususnya dalam ilmu fiqh, maka untuk menjembatani hal tersebut diperlukan spesialis syariah yaitu orang-orang yang sangat menguasai dalam ilmu perbankan syariah dan ilmu fiqh.

2. Membentuk suatu divisi khusus syariah di bawah top management. Kalau ada divisi support pembiayaan atau audit pembiayaan mengapa tidak ada divisi syariah pembiayaan, katakanlah dengan nama demikian. Semestinya dibentuk divisi syariah pembiayaan yang mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut :

  • - Pada tahap awal menyeleksi setiap usulan pembiayaan yang diajukan oleh pihak marketing dari sisi syariah sebelum dapat diputuskan untuk dapat terus dikerjakan atau tidak.
  • - Pada tahap awal tersebut divisi syariah pembiayaan ini sekaligus menentukan akad yang sesuai untuk setiap usulan pembiayaan yang diajukan pihak marketing.
  • - Pada tahap akhir sewaktu komite pembiayaan, tidak bisa tidak divisi syariah ini harus ikut juga dalam keanggotaan komite pembiayaan untuk melakukan analisa final dari sisi syariah sehingga dapat dipastikan pembiayaan yang diajukan benar-benar sesuai syariah.

Untuk menuju kemurnian transaksi syariah memang diperlukan orang-orang spesialis yang ahli masalah ilmu fiqh, terutama yang berkaitan dengan fiqh muamalat dan hubungannya dengan perbankan syariah. Sebagaimana agama memerintahkan “Serahkan segala sesuatu kepada ahlinya.” Sebagaimana diriwayatkan bahwa Rasulullah saw mengatakan :

“Apabila sesuatu tidak diserahkan kepada ahlinya maka tunggulah saat kehancurannya.”

Dan firman Allah :

وماارسلنامن قبلك الا رجالانوحي اليهم فسئلوااهل الذكر ان كنتم لاتعلمون

“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (Al Qur’an Surah An Nahl : 43)

Orang-orang ahli tentang syariah tempat kita bertanya itulah yang disebut para ulama. Merekalah yang akan memberikan petunjuk tentang segala sesuatu, merekalah penyambung hubungan kita kepada Allah dan Rasul-Nya, tempat kita bertanya tentang pesan-pesan Allah dan Rasul-Nya dalam kehidupan sehari-hari. Al ulama’u waritsatul anbiya’i wal mursalin, sebagaimana pesan Rasulullah saw. Terlebih lagi dalam suatu bank syariah, peran Dewan Pengawas Syariah sebagai perwakilan dari para ulama memang sangat menentukan. Maka dari itu idealnya orang-orang yang bisa masuk dalam kepanjangan tangan Dewan Pengawas Syariah sampai ke kantor-kantor cabang tersebut adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan sebagai berikut :

  • - Mempunyai komitmen keislaman yang sangat tinggi, perasaan yang peka dan kepedulian tinggi terhadap dilaksanakannya ajaran-ajaran Islam, dan mempunyai insting yang tajam terhadap penyimpangan syariah.
  • - Idealnya adalah seorang ulama, atau orang yang mempunyai kemampuan seperti seorang ulama.
  • - Berlatarbelakang dari pendidikan yang berbasis agama, seperti pesantren atau sekolah tinggi agama.
  • - Paham Al Qur’an dan Al Hadits, paham masalah ijma’ para ulama, pendapat-pendapat salafus sholeh, para shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in.
  • - Ahli dalam ilmu ushul fiqh terutama yang berkaitan dengan fiqh muamalat.
  • - Mempunyai kemampuan untuk berijtihad, beristimbat, dan menentukan suatu hukum berdasar Al Qur’an dan al hadits.
  • - Paham masalah perbankan syariah.

· Menggagas system laporan audit syariah

Sistem laporan audit syariah memang diperlukan untuk lebih mengantisipasi peluang terjadinya transaksi non syar’i. Kalau dalam sisi keuangan terdapat sistem audit laporan keuangan, mengapa dalam sisi syariah kita tidak menggagas sistem laporan audit syariah. Laporan audit syariah perlu dibuat oleh Dewan Pengawas Syariah untuk menilai kinerja suatu bank syariah dari sisi syariah. Ada pengamat perbankan syariah yang meniliai bahwa ketiadaan laporan audit syariah yang membuat bank syariah terjebak dalam transaksi non syar’i. Dengan dibuatnya laporan audit syariah yang jujur dan independen, dan kemudian dipublikasikan di khalayak umum sehingga masyarakat bisa menilai kinerja bank syariah dari sisi syariah, maka bank syariah yang bersangkutan akan lebih berhati-hati dan tidak menyepelekan dalam soal penyimpangan syariah. Mengenai bagaimana konsep, metode, dan detail sistemnya, hal itu perlu dibicarakan lebih lanjut sebagai wacana ke depan.

· Meningkatkan kualitas SDM dalam hal ilmu perbankan syariah dan ilmu fikh, khususnya kepada pihak top management dan para marketing yang berhubungan langsung dengan produk pembiayaan, serta meningkatkan kualitas komitmen keislaman mereka.

SDM yang berkualitas merupakan faktor utama yang sangat berpengaruh terhadap kemajuan bank syariah, kualitas dalam segala hal baik dalam pengetahuan ekonomi dan ilmu perbankan syariah, kualitas dalam penguasaan ilmu agama khususnya dalam ilmu fiqh, dan kualitas dalam komitmen keislaman. Saya yakin seyakin-yakinnya perbankan syariah tidak akan mengalami kemajuan dan kejayaan apabila orang-orang yang terlibat di dalamnya baik para kru, pihak management, atau bahkan para direksi dan komisaris tidak mempunyai kualitas yang tinggi seperti point-point yang saya sebutkan di atas, khususnya kualitas dalam komitmen keislaman dan penguasaan ilmu agama. Kita lihat dalam sejarah bahwa kemajuan dan peradaban tinggi yang pernah dicapai umat Islam pada masa antara tahun 600 M-1200 M adalah karena umat Islam mempunyai pemahaman keagamaan yang sangat baik dan berkomitmen tinggi dalam menegakkan Al Qur’an dan As Sunnah. Hal ini dijelaskan pula dalam Al Qur’an bahwa kekuasaan, kejayaan akan diberikan Allah apabila kaum muslimin mau komitmen kepada Al Qur’an dan As Sunnah.

وعدالله الذين امنوامنكم وعملواالصلحت ليستخلفنهم فىالارض كمااستخلف الذين من قبلهم وليمكنن لهم دينهم الذىارترضىلهم وليبدلنهم من بعد خوفهم امنايعبدونني لايشركون بي شيئا ومن كفر بعد ذلك فاولئك هم الفسقون

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang sholeh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudaj mereka berada dalam keadaan ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasiq” (Al Qur’an Surah An Nuur : 55)

Begitu juga dalam urusan perekonomian dan perdagangan, pengetahuan dan komitmen tinggi dalam ilmu agama merupakan syarat yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sebagaimana yang dikatakan shahabat Umar bin Khaththab ra,”Barangsiapa yang tidak paham masalah agama janganlah mendekati pasar kami.”

Berikut realisasi langkah untuk menuju peningkatan kualitas SDM bank syariah :

1. Meningkatkan kualitas komitmen keislaman SDM bank syariah :

Idealnya memang setiap karyawan terutama pihak management dan para marketing mempunyai komitmen keIslaman yang tinggi, dan ghiroh yang besar dalam melaksanakan ajaran-ajaran Islam. Mulai saat ini untuk proses rekruitmen karyawan baru memang diharuskan memprioritaskan karyawan yang mempunyai ghiroh keislaman yang sangat tinggi, tetapi bagi karyawan lama yang sudah terlanjur masuk, yang harus dilakukan hanyalah meningkatkan kualitas keislaman mereka. Sangat tidak manusiawi memang apabila memecat karyawan lama hanya karena mereka tidak mempunyai ghiroh keislaman yang tinggi. Hal-hal berikut bisa dijadikan sebagai langkah untuk meningkatkan kualitas komitmen keIslaman para karyawan :

  • - Mengadakan kajian-kajian keagamaan yang intensif untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, seperti pengajian, majlis taklim, daurah (training khusus) dengan materi yang kaffah dari aqidah, ibadah, akhlaq dan seterusnya. Untuk itu khususnya dalam Bank Muamalat konsep Muamalat Spirit dalam Muamalat Institute sebenarnya sangat bagus hanya perlu lebih disempurnakan lagi.
  • - Meningkatkan pengawasan dalam hal pengamalan ajaran agama khususnya pada waktu jam-jam kantor, dan memberikan sanksi tertentu kepada karyawan yang tidak menjalankan ajaran agama. Seperti pada waktu sholat hendaknya diwajibkan bagi seluruh karyawan untuk menghentikan aktifitasnya dan kemudian melaksanakan shalat jama’ah. Apabila ada karyawan yang tidak menjalankan sholat, wajib untuk diberikan sanksi tertentu secara bertahap sampai sanksi terberat misalnya dipecat.

2. Meningkatkan kualitas SDM dalam ilmu ekonomi, perbankan syariah dan ilmu fikih :

Pengetahuan yang tinggi dalam ilmu perbankan syariah dan ilmu fikih bagi karyawan memang amat diperlukan, khususnya bagi pihak management dan para marketing yang langsung berhubungan dengan proses pembiayaan. Seorang karyawan memang tidak hanya dituntut untuk menguasai ilmu ekonomi tetapi lebih dari itu juga dalam ilmu-ilmu agama khususnya ilmu fikih. Bahkan pengetahuan agama khususnya ilmu fikih ini seharusnya lebih dahulu dikuasai sebelum ilmu perbankan syariah dan ilmu ekonomi. Tetapi saya lihat banyak karyawan bank syariah baik para marketing dan pihak management sendiri sangat lemah penguasaannya dalam ilmu agama khususnya ilmu fikih. Inilah KEBOCORAN DAN KELEMAHAN VITAL perbankan syariah saat ini. Banyak dari mereka yang memang pandai dalam ilmu ekonomi, tetapi hal itu tidaklah cukup memenuhi standar sebagai karyawan bank syariah, sebagaimana kata Umar bin Khaththab,”Barangsiapa yang tidak tahu tentang ilmu agama janganlah mendekati pasar kami.” Perkataan Umar ra ini memang sangat tepat. Orang yang terjun dalam dunia perdagangan dan ekonomi tetapi tidak mempunyai pengetahuan agama yang cukup hanya akan menimbulkan kerusakan dan kekacauan. Lihatlah fenomena sekarang ini. Adanya praktek riba yang merajalela bahkan dilegalkan dan didukung pemerintah, adanya manipulasi dan kecurangan dalam transaksi perdagangan, adanya praktek-praktek perdagangan yang dilarang Islam seperti monopoli, penimbunan barang, adanya transaksi perdagangan barang-barang haram seperti memproduksi dan menjual barang-barang haram. Pantaslah kiranya kalau Allah memberikan musibah yang beruntun kepada bangsa Indonesia, krisis ekonomi yang berkepanjangan ini saya kira hasil dari adanya pelaku-pelaku bisnis dan perdagangan yang tidak menguasai ilmu-ilmu agama. Saya haqqulyaqin yakin seyakin-yakinnya sampai kapanpun perbankan syariah tidak akan mengalami kemajuan yang berarti dan mendapat dukungan penuh dari seluruh umat Islam kalau para karyawannya masih mempunyai pengetahuan yang minim dalam ilmu agama. Ini patut dicatat. Karena dengan segala keterbatasannya yang minimalis dalam ilmu-ilmu agama ditambah sistem internal dan eksternal dari perbankan syariah yang kurang mendukung, hanya akan mengeluarkan output yang justru banyak bertentangan dengan syariah. Dan fenomena tersebut banyak dilihat dari praktek perbankan syariah saat ini, lalu apa bedanya dengan bank konvensional? Maka sangat perlu melakukan langkah-langkah khusus untuk meningkatkan pengetahuan ilmu agama, ilmu perbankan syariah dan ilmu ekonomi diantaranya sebagai berikut :

  • - Memberikan training dan pelatihan khusus dalam ilmu-ilmu agama khususnya ilmu fikih kepada para karyawan terutama kepada pihak management dan para marketing. Dan khusus bagi Bank Muamalat saya usulkan dalam program MODP (Muamalat Officer Development Program) haruslah ditambah dengan kurikulum ilmu agama dan ilmu fikih, sehingga setiap officer yang berhasil lulus bisa dipastikan sudah mempunyai ilmu agama dan ilmu fikih yang cukup.
  • - Memberikan pelatihan-pelatihan khusus dalam ilmu ekonomi dan perbankan syariah kepada para karyawan atau dengan mengirimkan para karyawan untuk belajar lebih mendalam lagi ke lembaga pendidikan dan konsultan ekonomi dan perbankan syariah seperti di Tazkia Institute, Karim Business Consulting, atau dimana perlu ke luar negeri.*







Bank Syariah - Menyingkap Akar Permasalahan

MENYINGKAP AKAR PEMASALAHAN

Peluru tak akan melesat kalau pelatuknya tidak ditarik. Air kolam yang jernih tidak akan tiba-tiba keruh kalau tidak ada yang mengobok-oboknya. Yang menjadi tugas kita hanyalah mencari siapa yang menarik pelatuk sehingga peluru bisa melesat meminta korban, dan mencari siapa yang mengobok-obok kolam yang bikin air jadi keruh. Suatu tujuan tidak tercapai karena ada beberapa faktor. Pertama dari sistemnya yang salah, atau kedua dari strateginya yang salah, atau yang ketiga dari para pemainnya yang tidak beres dalam melakukan tugasnya, atau yang keempat dari pihak luar, dan yang terakhir faktor kebetulan di luar kekuasan manusia yang kurang diperhitungkan sebelumnya yang secara tiba-tiba mengacaukan segalanya………

Secara konsepsional perbankan syariah sudah bagus bahkan sempurna karena ajarannya bersumber dari Dzat Yang Maha Sempurna. Sebagai seorang muslim yang bertauhid memang kita wajib menyakini tentang kesempurnaan ajaran Islam……..

اليوم اكملت لكم دينكم واتمنت عليكم نعمتي ورضيت لكم الاسلام دينا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhoi Islam itu sebagai agama bagimu” (Al Qur’an Surah Al Maa’idah : 3)

Permasalahannya hanyalah seberapa kemampuan kita dalam memahami kesempurnaan ajaran Islam tersebut, dan merumuskannya dalam sistem-sistem dan sub sistem. Disinilah peran kita untuk terus menggali dan mengembangkannya. Dan di tangan para ulamalah untuk terus melakukan ijtihad dalam menghadapi segala permasalahan yang baru dan semakin kompleks. Kepada mereka kita mengajukan pertanyaan dan solusi yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah, karena hanya merekalah yang berhak dan berwenang……..

Secara sistem bank syariah sudah bagus. Ada Dewan Syariah Nasional yang merupakan perwakilan dari para ulama (MUI) yang memegang otoritas tertinggi dalam penentuan fatwa yang menjadi sumber hukum perbankan syariah. Ada Bank Indonesia dengan direktorat syariahnya sebagai perwakilan dari pemerintah. Dalam struktur organisasi tiap bank syariah pun sudah bagus. Di tingkat puncak ada Dewan Direksi, Dewan Komisaris dan duduk sejajar di sampingnya ada Dewan Pengawas Syariah sebagai perwakilan dari Dewan Syariah Nasional. Di tingkat bawahnya berdiri para manager dan segenap kru/karyawan/staf. Semua sudah menempati posisinya dan secara sistem sudah bagus. Sekarang melangkah ke strateginya, bagaimana bank syariah merumuskan strateginya untuk mencapai tujuannya, yaitu mencapai profit yang setinggi-tingginya tetapi tetap halal dan bersih dari unsur MAGHRIB, sebagaimana predikatnya sebagai bank syariah. Untuk mengkaji masalah strategi ini memang memerlukan pembahasan yang panjang, dan insyaallah saya akan sekedar memberi masukan dengan sedikit ilmu saya, besar harapan saya agar dapat diterima. Kemudian setelah strategi kemudian melangkah ke person-nya, atau para pemain yang berperan dalam layar. Sudahkan tiap pemain memerankan perannya dengan baik dan benar? Ataukah justru ada pemain yang meninggalkan posnya dengan merebut posisi yang lain? Disinilah fungsi dari controlling. Kita harus mendeteksi segala kemungkinan dari tindakan indisipliner. Kemudian melangkah lagi ke faktor selanjutnya yaitu faktor luar. Faktor luar yang dimaksud adalah ekosistem tempat bank syariah menempati habitatnya. Sudahkah tercipta ekosistem yang kondusif, dan segala infrastruktur yang mendukung perbankan syariah. Kalaulah ekosistem belumlah sepenuhnya mendukung, bank syariah harus menyiasatinya dengan strategi-strategi yang membuat bisa bertahan dan terus berkembang………

Kalau diuraikan satu persatu ada beberapa hal yang sebenarnya menyebabkan mengapa bank syariah terjebak dalam transaksi yang tidak syariah, yaitu antara lain sebagai berikut :

  • ·Secara sistem sebenarnya sudah bagus, tetapi menurut saya ada point-point yang masih memerlukan polesan-polesan agar lebih sempurna. Sudah adanya Dewan Pengawas Syariah dalam tiap bank syariah merupakan hal yang bagus, tapi sayangnya hanya ada dalam jajaran puncak managemen di tingkat pusat, tidak adanya kepanjangan tangan dari Dewan Pengawas Syariah di tingkat level-level di bawahnya yang idealnya sampai ke tiap kantor cabang, yang menyebabkan kontrol syariah kurang berfungsi. Sehingga kita lihat bank syariah sering kecolongan dengan adanya transaksi yang tidak syariah.
  • · Setelah membicarakan sistem dari sudut struktur organisasi, sekarang kita beralih ke sistem dari sisi administrasi. Sistem administrasi pada perbankan syariah sebenarnya sudah cukup ideal, dengan adanya sistem akuntansi keuangan, sistem audit laporan keuangan dan lainnya. Tapi ada sisi yang masih memberikan celah sehingga menjadikan bangunan sistem administrasi tidak sempurna. Ketiadaan sistem laporan audit syariah yang dibuat oleh Dewan Pengawas Syariah yang melaporkan kinerja bank syariah dari sisi syariah, yang membuat bank syariah kecolongan dengan adanya transaksi yang tidak SYAR’I.
  • · Adanya pemain yang tidak menjalankan perannya secara sempurna. Yang terutama wallahu a’lam posisi Dewan Pengawas Syariah yang kurang menjalankan fungsinya dalam mengawasi kinerja bank syariah dari sisi syariah. Ada orang di suatu media massa yang mengeritik bahwa Dewan Pengawas Syariah kurang menjalankan fungsinya dengan kata lain perannya mandul dalam suatu bank syariah. Mereka kurang jeli dalam melakukan tugasnya sehingga bank syariah kecolongan dengan transaksi yang tidak syar’i.
  • · Disamping itu ada pemain lain yang kurang cakap juga dalam menjalankan fungsinya. Dalam hal ini wallahu a’lam pihak managemen kurang berhati-hati dalam menjalankan kemudi bank syariah sehingga sering berbenturan dengan transaksi non syarr’i. Wallahu a’lam dikarenakan kebanyakan pihak managemen adalah orang-orang yang berasal dari bank konvensional sehingga sedikit banyak pemikirannya masih terkontaminasi oleh pemikiran konvensional, atau dikarenakan skill dan knowledge mereka dalam perbankan syariah dan ilmu fikih masih memerlukan BELAJAR lebih banyak lagi. Wallahu alam bishowab.
  • · Dan pemain terakhir yang juga tidak memerankan perannya secara sempurna. Yaitu pihak marketing sebagai ujung tombak dalam berurusan dengan pembiayaan. Wallahu a’lam dikarenakan karena kebanyakan mereka berasal dari bank konvensional sehingga pemikirannya masih terpengaruh dengan pemikiran konvensional, atau dikarenakan skill dan knowledge mereka dalam ilmu perbankan syariah dan ilmu fikih masih minim. Kadang sebagai ujung tombak yang berhadapan langsung dengan masyarakat, pihak marketing kurang menjelaskan secara detail dari sisi syariahnya kepada masyarakat, atau bahkan menyepelekan? Sehingga seringlah terjadi transaksi yng non syar’i. Wallahu a’lam.
  • · Rendahnya kualitas SDM dan kurangnya nilai komitmen keislaman sebagian karyawan juga sangat berpengaruh terhadap adanya transaksi non syar’i. Saya amati memang masih banyak karyawan yang tidak mempunyai ghiroh keislaman. Banyak dari mereka yang bekerja di bank syariah hanya karena sesuap nasi tanpa ada niatan untuk berjihad menegakkan syariah, sehingga model-model orang seperti ini seringkali tidak memperdulikan bila ada transaksi non syar’i. Maka wajar saja kalau suatu bank syariah kecolongan dengan adanya transaksi non syar’i, lebih-lebih lagi apabila para karyawah yang langsung berhubungan dengan suatu pembiayaan tidak mempunyai ghiroh keislaman yang tinggi.
  • · Faktor lingkungan atau masyarakat yang kebanyakan berasal dari rational market/floating market turut juga menyebabkan terjadinya transaksi non syar’i. Terkadang pihak marketing sudah menjelaskan secara detail dari sisi syar’inya tetapi masyarakat tidak memperdulikan dan menyepelekan atau mereka sendiri masih familiar dengan sistem bunga sehingga kurang bisa beradaptasi dengan sistem syariah. Faktor lingkungan tempat bank syariah tumbuh dan berkembang juga sangat mempengaruhi adanya penyimpangan syariah. Masih banyak masyarakat yang menjadi penggemar perbankan bank konvensional dan bunga, sehingga kebutuhan akan adanya perbankan syariah belum begitu besar. Terkadang pihak bank syariah ingin menerapkan transaksi yang sesuai syariah, tetapi justru pihak masyarakat sendiri yang malah menyepelekan, sehingga banyak praktisi bank syariah yang ‘tergoda’ untuk bersikap pragmatis daripada idealis. Di satu sisi ada kalangan masyarakat yang hanya menjadi ‘penonton’, mereka mengkritik, mengecam tetapi mereka sendiri masih terjebak dalam perbankan konvesional tanpa mau berusaha untuk ikut menjadi pelaku bisnis syariah dengan menjadi nasabah bank syariah. Kalau saja mereka mau ikut menjadi pelaku bisnis syariah dan bersama-sama memperbaiki praktek bank syariah, insyaAllah segala penyimpangan syariah akan bisa hilang. Dan terakhir faktor lingkungan yang sebenarnya sangat menentukan adalah pemerintah. Pemerintah dengan Bank Indonesianya memang mendukung dan mengembangkan bank syariah, tetapi menurut saya dukungan BI itu masih setengah-setengah, sebagaimana kata bapak Ahmad Riaman Amin (Direktur Utama Bank Muamalat) bahwa BI itu membantu tetapi juga mengganggu. Coba saja seandainya pemerintah menerapkan sistem perbankan yang total Islami seperti yang dilakukan pemerintah Pakistan, Iran dan Arab Saudi, insyaAllah permasalahan penyimpangan syariah akan bisa segera teratasi.*